Assalamu'alaykum wr wb

ni die blog aku Punya...
Semoga Isi di dalamnya bermanfaat untuk teman-teman, kakak-kakak, adik-adik, embah-embah, semuanya aja....
kalau aja ada statement yg gak banget tuk dibaca, saya selaku pemilik sekaligus penulis sekaligus pengelola blog ini minta maaPh yang segeDhe gedHenya....OK!!!
Keep Smile anD Keep fIgHT...
ALWAys do the besT, ALthougH we areN't The besT...

Selasa, November 24, 2009

ekspresikan dirimu prennnnd

mengekspresikan diri bukan sesuatu yang sulit. tau gak sih gimana caranya?? pertanyaan besar dan sungguh membingungkan bagi sebagian orang. bagiku mungkin demikian mungkin juga tidak. sebenarnya bagaimana sih cara mengekspresikan diri kita. salah satu cara menurut aku adalah dengan MENULIS. INgat...menulis...!!! itu mungkin sulit dilakukan bagi orang yang tidak terbiasa nulis. tapi, biasakanlah. menulis bukan suatu momok yang sulit bukan? bukan juga suatu momok yang menakutkan. tetapi menulis adalah cerminan jiwa.... kreasikan ide kreatifmu prend lewat tulisan

Rabu, November 04, 2009

karakteristik kakao

Pendahuluan
Keberhasilan Budidaya suatu jenis komoditas tanaman sangat tergantung kepada kultivar tanaman yang ditanam, agroekologis/lingkungan tempat tumbuh tempat melakukan budidaya tanaman dan pengelolaan yang dilakukan oleh petani/pengusaha tani. Khusus mengenai lingkungan tempat tumbuh (agroekologis), walaupun pada dasarnya untuk memenuhi persyaratan tumbuh suatu tanaman dapat direkayasa oleh manusia, namun memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Dalam rangka pengembangan suatu komoditas tanaman, dan terkait budidaya tanaman kakao perlu diketahui bagaimana bentuk morfologi tanaman kakao itu sendiri. Selain itu juga terkait persyaratan tumbuh dari komoditas yang akan dikembangkan kemudian mencari wilayah yang mempunyai kondisi agroekologis/faktor tempat tumbuh yang relatif sesuai.
Bentuk morfologi dari kakao sendiri dapat dilihat mulai dari bagian akar, batang sampai pada buah dan biji kakao. Perlu diketahuinya karakteristik suatu jenis tanaman, hal ini berkaitan erat dengan budidaya tanaman ataupun saat panen. Misalnya pada kakao yang menghendaki kadar air 6-7%. Hal ini dapat memudahkan para petani kakao dalam hal penyimpanan kakao dan kakao dapat disimpan pada suhu yang diinginkan.

Morfologi Tanaman Kakao
1. Batang dan Cabang
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembapan tinggi dan relatif tetap. Dalam habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit.
Jika dibudidayakan dikebun, tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,8–3,0 meter dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,5 – 7,0 meter. Tinggi tanaman tersebut beragam, dipengaruhi oleh intensitas naungan serta faktor-faktor tumbuh yang tersedia.
Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Arahnya pun tegas. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupan), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan).
Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9 – 1,5 meter akan berhenti tumbuh dan membentuk jorket. Jorket adalah tempat percabangan dari pola percabangan ortotrop ke plagitrop dan khas hanya pada tanaman kakao. Pembentukan jorket didahului dengan berhentinya pertumbuhan tunas ortotrof karena ruas-ruasnya tidak memanjang. Pada ujung tunas tersebut, stipula (semacam sisik pada kuncup bunga) dan kuncup ketiak daun serta tunas daun tidak berkembang. Dari ujung perhentian tersebut selanjutnya tumbuh 3 – 6 cabang yang arah pertumbuhannya condong ke samping membentuk sudut 0– 60 derajat dengan arah horisontal. Cabang-cabang itu disebut dengan cabang primer (cabang plagiotrof). Pada cabang primer tersebut kemudian tumbuh cabang-cabang lateral (fan) sehingga tanaman membentuk tajuk yang rimbun.
Pada tanaman kakao dewasa sepanjang batang pokok tumbuh wiwilan atau tunas air (chupon). Dalam teknik budi daya yang benar, tunas air ini selalu dibuang, tetapi pada tanaman kakao liar, tunas air tersebut akan membentuk bantang dan jorket yang baru sehingga tanaman mempunyai jorket yang bersusun.
Dari tunas plagiotrop biasanya hanya tumbuh tunas-tunas plagiotrop, tetapi juga kadang-kadang tumbuh tunas ortotrop. Pangkasan berat pada cabang plagiotrop yang besar ukurannya merangsang tumbuhnya tunas ortotrop itu. Tunas ortotrop hanya membentuk tunas plagiotrop setelah membentuk jorket. Tunas ortotrop membentuk tunas ortotrop baru dengan menumbuhkan tunas air.
Saat tumbuhnya jorket tidak berhubungan dengan umur atau tinggi tanaman. Pemakaian pot besar dilaporkan menunda tumbuhnya jorket, sedangkan pemupukan dengan 140 ppm N dalam bentuk nitrat mempercepat tumbuhnya jorket. Tanaman kakao membentuk jorket setelah memiliki ruas batang sebanyak 60 – 70 buah. Namun batasan tersebut tidak pasti, karena kenyataannya banyak faktor lingkungan yang berpengaruh dan sukar dikendalikan. Contohnya, kakao yang ditanam di dalam polibag dan mendapat intensitas cahaya 80% akan membentuk jorket lebih pendek daripada tanaman yang ditanam di kebun. Selain itu, jarak antar daun sangat dekat dan ukuran daunnya lebih kecil. Terbatasnya medium perakaran merupakan penyebab utama gejala tersebut. Sebaliknya, tanaman kakao yang ditanam di kebun dengan jarak rapat akan membentuk jorket yang tinggi sebagai efek dari etiolasi (pertumbuhan batang memanjang akibat kekurangan sinar matahari) (Anonim, 2009a).
2. Daun
Percabangan pada tanaman kakao juga dimorfisme. Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5 – 10 cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm (Anonim, 2009b).
Tangkai daun bentuknya silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya. Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu adanya dua persendian (articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun. Dengan persendian ini dilaporkan daun mampu membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari. Bentuk helai daun bulat memanjang (oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus), dan pangkal daun runcing (acutus). Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung pada kultivarnya.
Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan daun licin dan mengilap. Pertumbuhan daun pada cabang plagiotrop berlangsung serempak tetapi berkala. Masa tumbuhnya tunas-tunas baru itu dinamakan pertunasan atau flushing. Pada saat itu setiap tunas membentuk 3 – 6 lembar daun baru sekaligus. Setelah masa tunas tersebut selesai, kuncup – kuncup daun itu kembali dorman (istirahat) selama periode tertentu. Kuncup-kuncup akan bertunas lagi oleh rangsangan faktor lingkungan.
3. Ujung kuncup daun yang dorman tertutup oleh sisik (scales). Jika kelak bertunas lagi sisik tersebut rontok meninggalkan bekas (scars) atau lampang yang berdekatan satu sama lain dan disebut dengan cincin lampang (ring scars). Dengan menghitung banyaknya cincin lampang pada suatu cabang, dapat diketahui jumlah pertunasan yang telah terjadi pada cabang yang bersangkutan. Intensitas cahaya memengaruhi ketebalan daun serta kandungan klorofil. Daun yang berada di bawah naungan berukuran lebih lebar dan warnanya lebih hijau daripada daun yang mendapat cahaya penuh
4. Akar
Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya sebagian besar akar lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman tanah (jeluk) 0 – 30 cm. Menurut Himme (cit. Smyth, 1960), 56% akar lateral tumbuh pada jeluk 11 – 20 cm, 14% pada jeluk 21 – 30 cm, dan hanya 4% tumbuh pada jeluk di atas 30 cm dari permukaan tanah. Jangkauan jelajah akar lateral dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk. Ujungnya membentuk cabang-cabang kecil yang susunannya ruwet (intricate).


5. Bunga
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga (cushion). Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G(5). Artinya, bunga disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-masing terdiri dari 5 tangkai sari tetapi hanya satu lingkaran yang fertil, dan 5 daun buah yang bersatu. Bunga kakao berwarna putih, ungu, atau kemerahan. Warna yang kuat terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap kultivar. Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). Daun mahkota panjangnya 6 – 8 mm, terdiri dari dua bagian. Bagian pangkal berbentuk seperti kuku binatang (claw) dan biasanya terdapat dua garis merah. Bagian ujung berupa lembaran tipis, fleksibel, dan berwarna putih.
6. Buah dan Biji
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang mudanya berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (orange).
Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling. Pada tipe criollo dan trinitario alur buah kelihatan jelas. Kulit buah tebal tetapi lunak dan permukaannya kasar. Sebaliknya, pada tipe forastero, permukaan kulit buah pada umumnya halus (rata); kulitnya tipis, tetapi keras dan liat.
Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Pada saat itu ukurannya beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm, bergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama perkembangan buah.
Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya beragam, yaitu 20 – 50 butir per buah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji disusun oleh dua kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya menempel pada poros lembaga (embryo axis). Warna kotiledon putih untuk tipe criollo dan ungu untuk tipe forastero.
Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih, rasanya asam manis yang mengandung zat penghambat perkecambahan. Di sebelah dalam daging buah terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua kotiledon dan poros embrio. Biji kakao tidak memiliki masa dorman. Meskipun daging buahnya mengandung zat penghambat perkecambahan, tetapi kadang-kadang biji berkecambah di dalam buah yang terlambat dipanen karena daging buahnya telah kering. Pada saat berkecambah, hipokotil memanjang dan mengangkat kotiledon yang masih menutup ke atas permukaan tanah. Fase ini disebut fase serdadu. Fase kedua ditandai dengan membukanya kotiledon diikuti dengan memanjangnya epikotil dan tumbuhnya empat lembar daun pertama.

Karakter Buah Kakao

1. Karakteristik Fisik
a. Kadar air
Berpengaruh pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat penggudangan dan pengangkutan. Biji kakao, yang mempunyai kadar air tinggi, sangat rentan terhadap serangan jamur dan serangga dan dapat menimbulkan kerusakan cita-rasa dan aroma dasar yang tidak dapat diperbaiki pada proses berikutnya. Standar kadar air biji kakao mutu ekspor adalah 6 - 7 %. Jika lebih tinggi dari nilai tersebut, biji kakao tidak aman disimpan dalam waktu lama, sedang jika kadar air terlalu rendah biji kakao cenderung menjadi rapuh.
b. Ukuran biji
Semakin besar ukuran biji kakao, makin tinggi randemen lemak dari dalam biji. Ukuran biji kakao dinyatakan dalam jumlah biji (beans account) per 100 g contoh uji yang diambil secara acak pada kadar air 6 - 7 %.
Ukuran biji rata-rata yang masuk kualitas eskpor adalah antara 1,0-1,2 gram atau setara dengan 85 - 100 biji per 100 g. Ukuran biji kakao kering sangat dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman, kondisi kebun (curah hujan) selama perkembangan buah, perlakuan agronomis dan cara pengolahan.
Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit (shell). Kadar kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat total biji kakao (kulit + keping) pada kadar air 6 - 7 %. Standar kadar kulit biji kakao yang umum adalah antara 11-13 % (Pawirosoemardjo,1992).
Biji kakao dengan kadar kulit yang tinggi cenderung lebih kuat atau tidak rapuh saat ditumpuk di dalam gudang sehingga biji tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Sebaliknya, jika kadar kulit terlalu rendah, maka penjual (eksportir) biji kakao akan mengalami kerugian dalam bentuk kehilangan bobot. Kadar kulit biji kakao dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman dan cara pengolahan (fermentasi dan pencucian). Makin singkat waktu fermentasi, kadar kulit biji kakao makin tinggi karena sebagian besar sisa lendir (pulp) masih menempel pada biji. Namun demikian, kandungan kulit biji tersebut dapat dikurangi dengan proses pencucian.

Daftar Pustaka

Anonim. 2009a. http://agra88.wordpress.com/2008/04/07/budidaya-tanaman-kakao/
Anonim. 2009b. http://afandypoltek.wordpress.com/2008/03/29/morfologi-tanaman-kakao/
Pawirosoemardjo, S. & A. Purwantara 1992. Laju infeksi dan intensitas serangan Phytophthora palmivora pada buah kakao dan batang pada beberapa varietas kakao. Menara Perkebunan, 60 (2), 67-72.

Senin, Oktober 12, 2009

pengendalian hama terpadu

PENDAHULUAN

Proses budi daya pertanian tidak terlepas dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), kerugian akibat serangan hama bisa mencapai 37 %, penyakit 35 %, gulma 29 %, dan bahkan akibat yang di timbulkan oleh serangan hama tikus bisa menyebabkan gagal panen (puso).
Teknologi pengendalian hama dengan mengandalkan pestisida, ternyata tidak selamanya mampu mengatasi masalah hama tanaman. Bahkan penggunaan pestisida bisa berdampak buruk bagi manusia, jasad bukan sasaran dan lingkungan hidup. Kenyataan tersebut menggugah kesadaran akan kebutuhan pengendalian yang baru, yang dapat mengurangi dampak negatif penggunaan pestisida. Pendekatan pengendalian baru yang dikembangkan ialah pengendalian hama terpadu (PHT).
Konsepsi PHT semula diartikan secara terbatas sebagai kombinasi pengendalian hama secara hayati dan pengendalian hama secara kimiawi menggunakan pestisida. Tetapi teknik pengendalian kemudian dikembangkan dengan memadukan semua metode pengendalian hama yang dikenal. Termasuk didalamnya pengendalian secara fisik, pengendalian mekanik, pengendalian secara bercocok tanam, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi dan pengendalian hama lainnya. Dengan cara ini, diharapkan ketergantungan petani terhadap pestisida dapat dikurangi.
Pengertian Pengendalian Hama Terpadu
Banyak ahli memberikan batasan tentang PHT secara beragam, tetapi pada dasarnya mengandung prinsip yang sama. PHT adalah pendekatan ekologi yang bersifat multidisplin untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beraneka ragam teknik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan kordinasi pengelolaan. PHT juga merupakan pemilihan secara cerdik dari penggunaan tindakan pengendalian hama, yang dapat menjamin hasil yang menguntungkan dilihat dari segi ekonomi, ekologi dan sosiologi.
Dilihat dari segi operasional pengendalian hama dengan PHT dapat kita artikan sebagai pengendalian hama yang memadukan semua teknik atau metode pengendalian hama sedemikian rupa, sehingga populasi hama dapat tetap berada di bawah aras kerusakan.
Sifat Dasar Pengendalian Hama Terpadu
Sifat dasar pengendalian hama terpadu berbeda dengan pengendalian hama secara konvensional yang saat ini masih banyak dipraktekkan. Dalam PHT, tujuan utama bukanlah pemusnahan, pembasmian atau pemberantasan hama. Melainkan berupa pengendalian populasi hama agar tetap berada di bawah aras yang tidak mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Strategi PHT bukanlah eradikasi, melainkan pembatasan (containment). Program PHT mengakui bahwa ada suatu jenjang toleransi manusia terhadap populasi hama, atau terhadap kerusakan yang disebabkan oleh hama. Dalam keadaan tertentu, adanya invidu serangga atau binatang kemungkinan berguna bagi manusia. Pandangan yang menyatakan bahwa setiap individu yang ada di lapangan harus diberantas, tidak sesuai dengan prinsip PHT.
Pengendalian hama dengan PHT disebut pengendalian secara multilateral, yaitu menggunakan semua metode atau teknik pengendalian yang dikenal. PHT tidak bergantung pada satu cara pengendalian tertentu, seperti memfokuskan penggunaan pestisida saja, atau penanaman varietas tahan hama saja. Melainkan semua teknik pengendalian sedapat mungkin dikombinasikan secara terpadu, dalam suatu sistem kesatuan pengelolaan. Disamping sifat dasar yang telah dikemukakan, PHT harus dapat dipertanggungjawabkan secara ekologi. Dan penerapannya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan yang merugikan bagi mahluk berguna, hewan, dan manusia, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Pengembangan PHT
Pengembangan sistem PHT didasarkan pada keadaan agroekosistem setempat. Sehingga pengembangan PHT pada suatu daerah boleh jadi berbeda dengan pengembangan di daerah lain. Sistem PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem dan sosial ekonomi masyarakat petani setempat.
Para ahli dan lembaga-lembaga internasional seperti FAO menyarankan langkah pengembangan PHT agak berbeda satu sama lain. Namun diantara saran-saran mereka banyak persamaan. Perbedaannya terutama terletak pada penekanan dan urutan-urutan langkah-langkah yang harus ditempuh.
1. Mengenal Status Hama yang Dikelola
Hama-hama yang menyerang pada suatu agroekosistem, perlu dikenal dengan baik. Sifat-sifat hama perlu diketahui, meliputi perilaku hama, dinamika perkembangan populasi, tingkat kesukaan makanan, dan tingkat kerusakan yang diakibatkannya. Pengenalan hama dapat dilakukan melalui identifikasi dan hasil analisis status hama yang ada.
Dalam suatu agroekosistem, kelompok hama yang ada bisa dikategorikan atas hama utama, hama kadangkala (hama minor), hama potensil, hama migran dan bukan hama. Dengan mempelajari dan mengetahui status hama, dapat ditetapkan jenjang toleransi ekonomi untuk masing-masing kategori hama.
Hama utama atau hama kunci (main pest) merupakan spesies hama yang selalu menyerang pada suatu tempat, dengaan intensitas serangan yang berat dalam daerah yang luas, sehingga memerlukan usaha pengendalian. Tanpa usaha pengendalian, kelompok hama ini akan mendatangkan kerugian ekonomi bagi petani. Biasanya pada suatu agroekosistem, hanya ada satu atau dua hama utama, selebihnya termasuk dalam kategori hama yang lain. Dalam penerapan PHT sasaran yang dituju adalah menurunkan populasi hama utama.
Hama kadangkala atau hama minor (occasional pest) sering juga disebut hama kedua. Kelompok ini merupakan jenis hama yang relatif kurang penting, karena kerusakan yang diakibatkan masih dapat ditoleransikan oleh tanaman. Kadang-kadang populasinya pada suatu saat meningkat melebihi aras toleransi ekonomik tanaman. Peningkatan populasi ini mungkin disebabkan karena gangguan pada proses pengendali alami, keadaan iklim, atau kesalahan pengelolaan oleh manusia. Kelompok hama ini sering kali peka terhadap perlakuan pengendalian yang ditujukan pada hama utama. Oleh karena itu kelompok hama ini perlu diawasi, agar tidak menimbulkan apa yang disebut ledakan populasi hama kedua.
Hama potensil merupakan sebagian besar jenis serangga herbivora yang saling berkompetisi dalam memperoleh makanan. Kelompok hama ini, tidak mendatangkan kerugian yang berarti dan tidak membahayakan dalam kondisi pengelolaan agroekosistem yang normal. Namun karena kedudukannya dalam rantai makanan, populasi kelompok ini berpotensi meningkat, dan menjadi hama yang membahayakan. Hal ini sangat mungkin terjadi, terlebih akibat perubahan cara pengelolaan agroekosistem oleh manusia.
Hama migran merupakan hama yang tidak berasal i dari agroekosistem setempat. Kelompok hama ini datang dari luar, dan sifatnya berpindah-pindah (migran). Banyak serangga belalang, ulat grayak dan bangsa burung memiliki sifat demikian. Kelompok hama migran kalau datang pada suatu tempat, dapat menimbulkan kerusakan yang berarti. Tetapi hanya dalam jangka waktu yang pendek, karena akan pindah ke daerah lain.
2. Mempelajari Komponen Saling Tindak dalam Ekosistem
Komponen suatu ekosistem perlu ditelaah dan dipelajari. Terutama yang mempengaruhi dinamika perkembangan populasi hama-hama utama. Termasuk dalam langkah ini, ialah menginventarisir musuh-musuh alami, sekaligus mengetahui potensi mereka sebagai pengendali alami.
3. Penetapan dan Pengembangan Ambang Ekonomi
Ambang ekonomi atau ambang pengendalian sering juga diistilahkan sebagai ambang toleransi ekonomik. Ambang ini merupakan ketetapan tentang pengambilan keputusan, kapan harus dilaksanakan penggunaan pestisida. Apabila ternyata populasi atau kerusakan hama belum mencapai aras tersebut, penggunaan pestisida masih belum diperlukan.
Untuk menetapkan ambang ekonomi bukanlah pekerjaan yang gampang. Dibutuhkan banyak informasi, baik data biologi dan ekologi, serta ekonomi. Penetapan kerusakan hasil dalam hubungannya dengan populasi hama, merupakan bagian yang penting dalam pengembangan ambang ekonomi. Demikian juga analisis biaya dan manfaat pengendalian, sangat perlu diketahui.
4. Pengembangan Sistem Pengamatan dan Monitoring Hama
Jaringan dan organisasi monitoring yang merupakan salah satu bagian organisasi PHT, perlu dikembangkan agar dapat menjamin ketepatan dan kecepatan arus informasi dari lapangan ke pihak pengambil keputusan pengendalian hama dan sebaliknya.
5. Pengembangan Model Deskriptif dan Peramalan Hama
Dengan mengetahui gejolak populasi hama dan hubungannya dengan komponen-komponen ekosistem lainnya, maka perlu dikembangkan model kuantitatif yang dinamis. Model yang dikembangkan diharapkan mampu menggambarkan gejolak populasi dan kerusakan yang ditimbulkan pada waktu yang akan datang. Sehingga, akan dapat diperkirakan dinamika populasi, sekaligus mempertimbangkan bagaimana penanganan agar tidak sampai terjadi ledakan populasi yang merugikan secara ekonomi.
6. Pengembangan Srategi Pengelolaan Hama
Strategi dasar PHT adalah menggunakan taktik pengendalian ganda dalam suatu kesatuan sistem yang terkordinasi. Strategi PHT mengusahakan agar populasi atau kerusakan yang ditimbulkan hama tetap berada di bawah aras toleransi manusia. Beberapa taktik dasar PHT antara lain :
(1). memanfaatkan pengendalian hayati yang asli ditempat tersebut
(2). mengoptimalkan pengelolaan lingkungan melalui penerapan kultur teknik yang baik,
(3). penggunaan pestisida secara selektif.
7. Penyuluhan Kepada Petani Agar Menerima dan Menerapkan PHT
Petani sebagai pelaksana utama pengendalian hama, perlu menyadari dan mengerti tentang cara pendekatan PHT, termasuk bagaimana menerapkannya di lapangan. Pemahaman lama secara konvensional tentang “pemberantasan” hama, perlu diganti dengan pengertian pengendalian atau pengelolaan hama. Petani perlu diberikan kepercayaan dan kemampuan untuk dapat mengamati sendiri dan melaporkan keadaan hama pada pertanamannya.

Sabtu, September 26, 2009

pembungaan/ flowering

Pembungaan (flowering)

Proses pembungaan mengandung sejumlah tahap penting, yang semuanya harus berhasil dilangsungkan untuk memperoleh hasil akhir yaitu biji. Masing-masing tahap tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal yang berbeda.

1.Induksi bunga (evokasi)
Adalah tahap pertama dari proses pembungaan, yaitu suatu tahap ketika meristem vegetatif diprogram untuk mulai berubah menjadi meristem reproduktif.
Terjadi di dalam sel.
Dapat dideteksi secara kimiawi dari peningkatan sintesis asam nukleat dan protein, yang dibutuhkan dalam pembelahan dan diferensiasi sel.
2.Inisiasi bunga
Adalah tahap ketika perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup reproduktif mulai dapat terdeteksi secara makroskopis untuk pertama kalinya.
Transisi dari tunas vegetatif menjadi kuncup reproduktif ini dapat dideteksi dari perubahan bentuk maupun ukuran kuncup, serta proses-proses selanjutnya yang mulai membentuk organ-organ reproduktif.
3. Perkembangan kuncup bunga menuju anthesis (bunga mekar)
Ditandai dengan terjadinya diferensiasi bagian-bagian bunga.
Pada tahap ini terjadi proses megasporogenesis dan mikrosporogenesis untuk penyempurnaan dan pematangan organ-organ reproduksi jantan dan betina.
4. Anthesis
Merupakan tahap ketika terjadi pemekaran bunga.
Biasanya anthesis terjadi bersamaan dengan masaknya organ reproduksi jantan dan betina, walaupun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Ada kalanya organ reproduksi, baik jantan maupun betina, masak sebelum terjadi anthesis, atau bahkan jauh setelah terjadinya anthesis.
Bunga-bunga bertipe dichogamy mencapai kemasakan organ reproduktif jantan dan betinanya dalam waktu yang tidak bersamaan.
5. Penyerbukan dan pembuahan
Tahap ini memberikan hasil terbentuknya buah muda. Detil dari proses penyerbukan dan pembuahan akan dijelaskan pada bab tersendiri.
6. Perkembangan buah muda menuju kemasakan buah dan biji
Tahap ini diawali dengan pembesaran bakal buah (ovarium), yang diikuti oleh perkembangan cadangan makanan (endosperm), dan selanjutnya terjadi perkembangan embryo.
Pembesaran buah merupakan efek dari pembelahan dan pembesaran sel, yang meliputi tiga tahap:
Tahap pertama :
Terjadi peningkatan penebalan pada pericarp oleh adanya pembelahan sel.
Tahap kedua :
Terjadi pembentukan dan pembesaran vesikel berair (juice vesicle); biasanya terjadi pada buah-buah fleshy
Tahap ketiga :
Tahap pematangan, biasanya terjadi pengkerutan jaringan dan pengerasan endocarp pada buah-buah dry
Selama tahap-tahap ini terjadi pula akumulasi air dan gula, hingga pada tahap ketiga buah telah mengandung 80-90% air dan 2-10-20% gula.

Jumat, September 11, 2009

apa sih yang kamu ketahui tentang KULJAR???
jelaslah...KULJAR ADALAH KULTUR JARINGAN...
yaitu teknik perbanyakan tanaman secara aseptik/steril yang dilakukan secara in vitro.
dalam pengertian lain, Kultur jaringan atau biakan jaringan merupakan teknik pemeliharaan jaringan atau bagian dari individu secara buatan (artifisial). Yang dimaksud secara buatan adalah dilakukan di luar individu yang bersangkutan. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro, sebagai lawan dari in vivo. Dikatakan in vitro (bahasa Latin, berarti "di dalam kaca") karena jaringan dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan Petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya. Kultur jaringan secara teoretis dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan maupun hewan (termasuk manusia) namun masing-masing jaringan memerlukan komposisi media tertentu.

faktor penentu keberhasilan dalam kultur jaringan
1. Genotipe Tanaman
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan dalam kultur invitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung dari spesies, bahkan varietas, atau tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan sama.
Perbedaan respon genotip tanaman tersebut dapat diamati pada perbedaan eksplan masing-masing varietas untuk tumbuh dan beregenerasi. Masing-masing varietas tanaman berbeda kemampuannya dalam merangsang pertumbuhan tunas aksilar, baik jumlah tunas maupun kecepatan pertumbuhan tunas aksilarnya. Hal serupa juga terjadi pada pembentukan kalus, laju pertumbuhan kalus serta regenerasi kalus menjadi tanaman lengkap baik melalui pembentukan organ-organ adventif maupun embrio somatik. Regenerasi dan perkembangan organ adventif dan embrio somatik juga sangat ditentukan oleh varietas tanaman induk. Perbedaan pengaruh genetik ini disebabkan karena perbedaan kontrol genetik dari masing-masing varietas serta jenis kelamin tanaman induk.

2. Media kultur
Perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan jenis media yang digunakan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan.
a. Komposisi Media
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan. Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Meskipun demikian, media yang telah diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja. Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman, seperti media MS. Namun ada juga beberapa jenis media yang diformulasikan untuk tanaman-tanaman tertentu misalnya WPM, VW dll. Media-media tersebut dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti perkecambahan biji, kultur pucuk, kultur kalus, regenerasi kalus melalui organogenesis dan embriogenesis. Media yang dibutuhkan untuk perkecambahan biji, perangsangan tunas-tunas aksilar umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk regenerasi kalus baik melalui organogenesis maupun embryogenesis.

b. Komposisi hormon pertumbuhan.
Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang terdapat pada eksplan tersebut. Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan melalui percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya disertai percobaan untuk mengetahui komposisi hormon pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah pertumbuhan eksplan yang diinginkan.

Hormon pertumbuhan yang digunakan untuk perbanyakan secara invitro adalah golongan auksin, sitokinin, giberelin, dan growth retardant. Auksin yang umum dipakai adalah IAA (Indole Acetic Acid), IBA (Indole Butyric Acid), NAA (Naphtalena Acetic Acid), dan 2,4-D (2,4-dichlorophenoxy Acetic Acid). Selain itu beberapa peneliti pada beberapa tanaman menggunakan juga CPA (Chlorophenoxy Acetic Acid). Sitokinin yang banyak dipakai adalah Kinetin (Furfuryl Amino Purine), BAP/BA (Benzyl Amino Purine/Benzyl Adenine), 2 i-P (2-isopentenyl Adenin). Beberapa sitokinin lainnya yang juga digunakan adalah zeatin, thidiazuron dan PBA (6(benzylamino)-9-(2-tetrahydropyranyl)-9H-purine). Hormon pertumbuhan golongan giberellin yang paling umum digunakan adalah GA3, selain itu ada beberapa peneliti yang menggunakan GA4 dan GA7, sedangkan growth retardant yang sering digunakan adalah Ancymidol, Paraclobutrazol dan TIBA, AbA dan CCC.

c. Keadaan fisik media.
Media yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah medium padat, medium semi padat dan medium cair. Keadaan fisik media akan mempengaruhi pertumbuhan kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Keadaan fisik media ini mempengaruhi pertumbuhan antara lain karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam media serta ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan.

Media yang umum digunakan dalam mikropropagasi adalah media semi-solid (semi padat) dengan cara menambahkan agar. Media semi padat ini digunakan karena beberapa alasan antara lain: eksplan yang kecil mudah terlihat dalam media padat, selama kultur eksplan tetap berada pada orientasi yang sama, eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak diperlukan teknik aerasi tambahan pada kultur, orientasi pertumbuhan tunas dan akar tetap, dan kalus tidak pecah seperti jika ditempatkan pada media cair. Namun penambahan agar dalam beberapa kasus dapat menghambat pertumbuhan karena: agar mungkin mengandung senyawa penghambat yang dapat menghambat morfogenesis beberapa kultur atau memperlambat pertumbuhan kultur, eksudasi fenolik dari eksplan terserap oleh media yang menempel dengan eksplan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan eksplan, agar harus dicuci bersih dari akar sebelum diaklimatisasi, dan perlu waktu yang lebih banyak untuk mencuci gelas kultur misalnya botol-botol harus diautoclave untuk melarutkan agar sebelum dicuci.

3. Lingkungan tumbuh
a) Suhu.
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang dan malam di ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini mengatur suhu ruang kultur yang konstant baik pada siang maupun malam hari. Umumnya temperatur yang digunakan dalam kultur in vitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.

Pada sebagian besar laboratorium, suhu yang digunakan adalah konstan, yaitu 25°C (kisaran suhu 17-32°C). Tanaman tropis umumnya dikulturkan pada suhu yang sedikit lebih tinggi dari tanaman empat musim, yaitu 27°C (kisaran suhu 24-32°C). Bila suhu siang dan malam diatur berbeda, maka perbedaan umumnya adalah 4-8°C, variasi yang biasa dilakukan adalah 25°C siang dan 20°C malam, atau 28°C siang dan 24°C malam. Meskipun hampir semua tanaman dapat tumbuh pada kisaran suhu tersebut, namun kebutuhan suhu untuk masing-masing jenis tanaman umumnya berbeda-beda. Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimumnya. Pada suhu ruang kultur dibawah optimum, pertumbuhan eksplan lebih lambat, namun pada suhu diatas optimum pertumbuhan tanaman juga terhambat akibat tingginya laju respirasi eksplan.

b) Kelembaban relatif.
Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut botol yang ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari 80%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur umumnya adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur berada dibawah 70% maka akan mengakibatkan media dalam botol kultur (yang tidak tertutup rapat) akan cepat menguap dan kering sehingga eksplan dan plantlet yang dikulturkan akan cepat kehabisan media. Namun kelembaban udara dalam botol kultur yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman tumbuh abnormal yaitu daun lemah, mudah patah, tanaman kecil-kecil namun terlampau sukulen. Kondisi tanaman demikian disebut vitrifikasi atau hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain atau menempatkan planlet kecil ini dalam botol dengan tutup yang agak longgar, tutup dengan filter, atau menempatkan silica gel dalam botol kultur dapat membantu mengatasi masalah ini.

c) Cahaya.
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur invitro. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya dihambat oleh cahaya.

Pada perbanyakan tanaman secara invitro, kultur umumnya diinkubasikan pada ruang penyimpanan dengan penyinaran. Tunas-tunas umumnya dirangsang pertumbuhannya dengan penyinaran, kecuali pada teknik perbanyakan yang diawali dengan pertumbuhan kalus. Sumber cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah lampu flourescent (TL). Hal ini disebabkan karena lampu TL menghasilkan cahaya warna putih, selain itu sinar lampu TL tidak meningkatkan suhu ruang kultur secara drastis (hanya meningkat sedikit). Intensitas cahaya yang digunakan pada ruang kultur umumnya jauh lebih rendah (1/10) dari intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman dalam keadaan normal. Intensitas cahaya dalam ruang kultur untuk pertumbuhan tunas umumnya berkisar antara 600-1000 lux. Perkecambahan dan inisiasi akar umumnya dilakukan pada intensitas cahaya lebih rendah.

Selain intensitas cahaya, lama penyinaran atau photoperiodisitas juga mempengaruhi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan. Lama penyinaran umumnya diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi alamiahnya. Periode terang dan gelap umumnya diatur pada kisaran 8-16 jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung varietas tanaman dan eksplan yang dikulturkan. Periode siang/malam (terang/gelap) ini diatur secara otomatis menggunakan timer yang ditempatkan pada saklar lampu pada ruang kultur. Dengan teknik ini penyinaran dapat diatur konstan sesuai kebutuhan tanaman.

4. Kondisi Eksplan
Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan.

Meskipun masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan totipotensi, namun masing-masing jaringan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis eksplan yang digunakan untuk masing-masing kultur berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya.

Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, inflorescence yang belum dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari tanaman dewasa, rejuvenilisasi tanaman induk melalui pemangkasan atau pemupukan dapat membantu untuk memperoleh eksplan muda agar kultur lebih berhasil.

Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar eksplan, maka semakin besar kemungkinannya untuk membawa penyakit dan makin sulit untuk disterilkan, membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak. Ukuran eskplan yang sesuai sangat tergantung dari jenis tanaman yang dikulturkan, teknik dan tujuan pengkulturannya.

Senin, Juli 06, 2009

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI (Oryza sativa L.)

ACARA IV
PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI (Oryza sativa L.)

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Padi yang memiliki nama latin Oryza sativa, merupakan tanaman pangan nomor satu di Indonesia. Namun padi juga banyak dikonsumsi selain di Indonesia. Seperti negara Thailand yang merupakan lumbung padi Asia. Padi merupakan salah satu tanaman monokotil dan memiliki akar serabut, batang beruas, pertulangan daun sejajar dan biji berkeping satu.
Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 1,7 persen per tahun dan luas areal panen 11,8 juta hektar dihadapkan pada ancaman rawan pangan pada tahun 2030. Ketahanan pangan merupakan program utama pemerintah untuk mencukupi kebutuhan pangan seluruh penduduk yang menyangkut ketersediaaan dan keterjangkauan pangan dalam jumlah cukup serta bermutu. Program ini meliputi aspek pasokan yang mencakup produksi dan distribusi, aspek daya beli, dan keterjangkauan setiap penduduk terhadap pangan. Target dari program ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi padi nasional agar seluruh kebutuhan beras dapat dipenuhi dari dalam negeri.
Krisnamurthi (2006), menjelaskan bahwa usaha peningkatan produksi padi dilakukan dengan peningkatan produktivitas padi di daerah yang belum optimal. Kendala yang ditemui dalam usaha peningkatan produktivitas padi tersebut adalah terbatasnya terobosan teknologi baru khususnya varietas unggul serta alih fungsi lahan subur untuk kepentingan industri, perumahan dan penggunaan lahan non pertanian lainnya.
Peningkatan luasan lahan pertanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan, dengan prosentase 0,17% per tahun. Alih fungsi lahan mengakibatkan penurunan areal panen sebesar 0,9 persen di Indonesia (Wiganda, 2006).
2. Tujuan Praktikum
Praktikum acara pengamatan pertumbuhan tanaman padi (oryza sativa L), bertujuan untuk :
a. Mengenal dan mengetahui morfologi dan taksonomi tanaman padi.
b. Mengenal dan mengetahui fase-fase tanaman padi.
c. Menghitung anakan tanaman padi
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara pengamatan pertumbuhan tanaman padi (oryza sativa l), dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2009 di lahan Fakultas Pertanian Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar.
B. Tinjauan Pustaka
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Beras sebagai pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia dituntut tersedia dalam jumlah yang cukup, berkualitas, serta terjangkau. Kebutuhan beras nasional meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Kebutuhan beras nasional pada tahun 2007 mencapai 30,91 juta ton dengan asumsi konsumsi per kapita rata-rata 139 kg per tahun (Anonima, 2009).
Komoditas Padi di Indonesia, diantaranya ada padi pera, yaitu padi dengan kadar amilosa pada pati lebih dari 20% pada berasnya. Butiran nasinya jika ditanak tidak saling melekat. Lawan dari padi pera adalah padi pulen. Sebagian besar orang Indonesia menyukai nasi jenis ini dan berbagai jenis beras yang dijual di pasar Indonesia tergolong padi pulen. Penggolongan ini terutama dilihat dari konsistensi nasinya. Kedua yaitu Ketan (sticky rice), baik yang putih maupun merah/hitam, sudah dikenal sejak dulu. Padi ketan memiliki kadar amilosa di bawah 1% pada pati berasnya. Patinya didominasi oleh amilopektin, sehingga jika ditanak sangat lekat (Anonimb, 2009).
Fase pertumbuhan tanaman padi diantaranya periode vegetatif dan periode generatif. Periode vegetatif meliputi fase perkecambahan dan pembentukan anakan. Sedangkan periode generatif, meliputi fase masak susu, masak gabah/ kuning dan kelewat masak. Bagian tanaman padi secara morfologi, terdiri atas : akar, batang, pelepah, helaian daun, lidah daun/ ligula auricula/ telinga daun, bendera, buah dan bunga (Suardi, 2000).
Setiap bunga padi memiliki enam kepala sari. Kepala putik bercabang dua berbentuk seperti sikat botol. Kedua organ ini umumnya siap reproduksi dalam waktu yang bersamaan. Beberapa genotip padi yang ditanam di lahan pasang surut menghasilkan hasil yang berada di bawah rata-rata hasil pada lahan yang tidak tercekam. Tidak semua genotip tanaman padi cocok dengan lingkungannya (Hidayat, 2002).
Dari segi produksi, padi merupakan tanaman yang mempu melakukan penyerbukan sendiri, karena 95% atau lebih serbuk sari yang membuahi sel telur tanaman yang sama. Setelah terjadi pembuahan, zigot dan anti polar yang telah dibuahi segera membelah diri (Bucle et al, 2000).
Zigot akan berkembang membentuk embrio dan inti polar menjadi endospermia. Pada akhir perkembangan, sebagian besar bulir mengandung pati, yaitu di bagian endospermia. Tanaman padi yang masih muda, pati difungsikan sebagai cadangan makanan. Dan untuk manusia, pati dimanfaatkan sebagai sumber gizi dan karbohidrat (Suriadi, 2008).
C. Alat , Bahan dan Cara Kerja
1. Alat
Polybag
Cetok
2. Bahan
Tanah Dua varietas padi
Pupuk urea Pupuk KCL
Pupuk SP-36


3. Cara Kerja
a. Menyiapkan bibit padi dengan beberapa varietas yang berbeda.
b. Menyiapkan polybag dengan ukuran 30 x 20 cm, kemudian diisi dengan media tanam yang terdiri atas tanah dan kompos dengan perbandingan 2 : 1
c. Menyiram hingga lewat jenuh, tinggi air kira-kira 5 cm.
d. Menanam bibit padi dengan polybag.
e. Memupuk tanaman sesuai perlakuan.
f. Melakukan penyiraman setiap hari.
g. Memilih salah satu tanaman terbaik per lubang tanam setelah 1 minggu (penyulaman).
h. Melakukan pengamatan : tinggi tanaman, jumlah anakan, saat berbunga, panjang malai, jumlah biji per malai, berat biji per tanaman, berat 100 biji, hasil biji kering per rumpun.
D. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
Tabel 4. 1 Data Rekapan Padi
Varietas Dosis pupuk Replik Tinggi Jumlah anakan
1 0 1 64,5 5
1 0 2 64 2
1 0 3 52 3
1 100 1 93 10
1 100 2 85 14
1 100 3 89 12
1 150 1 78 12
1 150 2 85 8
1 150 3 78 13
1 200 1 83 13
1 200 2 90 13
1 200 3 92 24
1 250 1 91 19
1 250 2 93 10
1 250 3 115 7
2 0 1 72,5 2
2 0 2 66 0
2 0 3 74 2
2 100 1 87 28
2 100 2 87,5 14
2 100 3 86 12
2 150 1 100,5 13
2 150 2 85,5 7
2 150 3 93 10
2 200 1 90,5 14
2 200 2 75 12
2 200 3 91 8
2 250 1 87 8
2 250 2 96,5 10
2 250 3 83 18
Sumber : data rekapan

2. Pembahasan
Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu jenis tanaman semusim dan tanaman pangan utama di Indonesia. Taksonomi dari tanaman padi, antara lain sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Gramineales
Famili : Gramineae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L.
Varietas tanaman padi yang digunakan adalah varietas IR.64 dan varietas menthik dengan perlakuan N0 (tanpa pupuk urea), N1 (dengan 100 kg urea/ ha = 0,4 gram/ polybag) N2 (dengan 150 kg urea/ ha = 0,5 gram/ polybag) dan seterusnya. Jadi dari beberapa perlakuan tersebut dapat diakatakan bahwa, urea 1 gram/m2 = 0,04 gram/polybag.
Dari perlakuan V2N0 dapat diartikan bahwa varietas yang digunakan adalah varietas 2 (IR-64) dengan perlakuan tanpa pupuk urea (N0). Tinggi tanaman dari perlakuan V2N0 tersebut didapatkan tinggi tanaman padi berturut-turut dari 1 HST adalah 18,5 cm ; 35,75 cm; 47,5 cm; 57 cm; 64,4 cm; 66,8 cm; 74 cm; 74 cm; dan 74 cm. Hal ini berarti setiap minggunya tanaman padi mengalami pertambahan tinggi. Dengan total anakan untuk perlakuan V2N0 adalah 2 buah.
Apabila dibandingkan dengan perlakuan lain, seperti N1, N2, N3 dan N4, maka tinggi tanaman perlakuan N0 lebih rendah dari perlakuan lainnya tersebut. Hal ini disebabkan karena perlakuan N0 tanpa menggunakan pupuk urea (pupuk N), sedangkan untuk untuk perlakuan lainnya menggunakan pupuk urea pada berbagai dosis. Pupuk urea atau pupuk N merupakan salah satu pupuk yang berperan aktif dalam perkembangan vegetatif tumbuhan, seperti tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, pembentukan tunas dan lain sebagainya.
Rusdi (2001), menjelaskan bahwa semakin tinggi pupuk urea yang diberikan ke tanaman, maka semakin tinggi suatu tanaman. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan data tinggi tanaman padi. Pada N0 rata-rata tingginya adalah 64,5 cm ; 64 cm dan; 52 cm. Pada N1 rata-rata tingginya adalah 93 cm; 85 cm; 89 cm, N2 rata-rata tingginya adalah 78 cm; 85 cm; 78,5 cm. Serta pada N4 rata-rata tingginya adalah 91 cm; 93 cm; 115 cm. Tinggi tanaman dengan perlakuan N0 lebih rendah dari perlakuan lainnya, yaitu perlakuan dengan dosis urea yang lebih tinggi.
Pada perlakuan N1 ternyata diperoleh data bahwa tinggi tanaman pada perlakuan tersebut lebih tinggi dari perlakuan N2, hal tersebut dimungkinkan karena kekurang-teraruran dalam hal penyiraman. Perlakuan N1 lebih sering disiram dari perlakuan N2, sehingga kebutuhan akan air terpenuhi.
Pada berbagai varietas, baik varietas 1 maupun varietas 2 ternyata tinggi tanaman dengan perlakuan N0 lebih rendah dari perlakuan lainnya. Tetapi, dilihat dari data rekapan, ternyata untuk tinggi tanaman varietas 1 (menthik) dengan varietas 2 (IR-64) berbeda. Tinggi tanaman varietas 1 rata-ratanya 83,53 cm, sedangkan untuk varietas 2 rata-rata tingginya adalah 85 cm. Tetapi, sesuai anova varietas padi tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman padi.. Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi tinggi tanaman padi adalah dosis pupuk urea dan kebutuhan akan air.
Anakan pada tanaman padi, dibedakan menjadi anakan primer, sekunder, tersier dan sebagainya. Anakan primer merupakan anakan yang muncul pertama kali, kemudian disusul anakan kedua yang disebut anakan sekunder, kemudian tersier dan seterusnya (Anonimb, 2009).
Jumlah anakan pada perlakuan V2N0 adalah 2 buah, yang terdiri dari anakan primer. Sedikitnya jumlah anakan primer pada perlakuan V2N0 disebabkan karena tidak ditambahkannya urea pada perlakuan tersebut, sehingga pertumbuhan anakan juga tidak maksimal. Berbeda dengan perlakuan V2N1, V2N2 dan seterusnya, serta pada varietas 1 (V1). Semakin tinggi dosis pupuk urea yang diberikan maka semakin banyak pula anakan tanaman padi yang muncul. Untuk varietas dari tanaman padi, tidak berpengaruh nyata terhadap munculnya aknakan padi. (Sesuai dengan anova, didapat P = 0,843). Walaupun, pada hasil pengamatan, varietas 1 jumlah rata-rata anakan adalah 11, sedang pada varietas 2 adalah 10,53.
Anova hubungan antara tinggi tanaman padi dengan varietas, diperoleh P = 0,752. hal ini menunjukkan tidak berbeda nyata antara varietas dengan tinggi tanaman padi. Varietas tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi. Anova tinggi tanaman padi dengan dosis pupuk urea, menunjukkan bahwa dosis berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (nilai P=0,000). Selain berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, dosis pupuk urea juga berpengaruh nyata pada jumlah anakan padi (diperoleh P=0,0001). Untuk anova jumlah anakan padi terhadap varietas, tidak berbeda nyata, jadi varietas tidak mempengaruhi jumlah anakan padi yang muncul (diperoleh P=0,843)
Fase pertumbuhan padi diantaranya periode vegetatif (60-70hari), meliputi fase perkecambahan dan pembentukan anakan. Sedangkan periode reproduktif (30 hari), meliputi fase berbunga; Terakhir fase pemasakan (masak susu, masak gabah/ kuning dan kelewat masak). Bagian tanaman padi secara morfologi, terdiri atas : akar, batang, pelepah, helaian daun, lidah daun/ ligula auricula/ telinga daun, bendera, buah dan bunga (Suardi, 2000).

PENGARUH INOKULASI DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glysin max. L (Meril)

ACARA I
PENGARUH INOKULASI DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI
(Glysin max. L (Meril)

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Kebutuhan akan pangan sangatlah penting. Kita ketahui bahwa pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Beras sebagai pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia dituntut tersedia dalam jumlah/ kuantitas yang seimbang, berkualitas, serta terjangkau (Rachman dkk, 2003).
Salah satu tanaman pangan yang berkembang di Indonesia adalah kedelai (Glysin max. L (Meril). Di Indonesia sendiri terdapat beragam jenis kedelai, seperti kedelai hitam, kedelai putih dan lain sebagainya. Kedelai banyak mengandung metabolit primer seperti protein 42% dan lemak 18% sehingga kedelai digunakan sebagai bahan utaman lauk pauk.
Gardner, dalam bukunya Soy Bean Breading for Multiple and Intensive Cropping System, menyebutkan bahwa kedelai merupakan tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan makanan seperti kecap, tahu maupun tempe. Varietas kedelai putih (Glysin max) memiliki ciri morfologi berwarna putih yang bijinya bisa berwarna kuning (seperti kedelai pada umumnya, yang sering terlihat di pasaran) sedangkan untuk Glysin soja (kedelai hitam) memiliki ciri morfologi, bijinya berwarna hitam
Peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan dengan inokulasi benih dengan inokulum Rhizobium. Inokulum ini bertujuan untuk meningkatkan perbintilan akar, dimana bintil akar ini hasil simbiosis bakteri Rhizobium dengan tanaman kedelai dan merupakan tempat hidup bagi bakteri Rhizobium yang mampu mengikat Nitrogen udara, sehingga menyediakan kebutuhan akan N bagi tanaman kedelai.
Produksi kedelai yang belum maksimal menyebabkan kebutuhan akan kedelai bagi masyarakat Indonesia belum tercukupi dan swasembada kedelaipun belum terpenuhi. Padahal kita tahu akan permintaan kedelai semakin meningkat seiring bertambahnya waktu.
2. Tujuan Praktikum
Praktikum acara inokulasi kedelai, bertujuan untuk :
a. Mempelajari dan mengetahui pertumbuhan vegetatif kedelai.
b. Mengetahui pengaruh pemberian inokulan terhadap perbintilan akar. tanaman kedelai
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara Inokulasi Kedelai dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2009 di lahan Fakultas Pertanian Universitas Pertanian UNS, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar.
B. Tinjauan Pustaka
Mengatasi keterbatasan unsur hara, seperti Nitrogen pada lahan kering, hal yang dapat dilakukan adalah dengan pemupukan, karena kedelai merupakan tanaman legum yang mampu bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium japonicum L. dan akhirnya membentuk bintil akar, dan mampu mengikat nitrogen di udara (Gardner et al, 2000).
Kedelai adalah tanaman serbaguna. Hal tersebut dapat dilihat dari morfologi kedelai itu sendiri. Akar dari kedelai memiliki bintil sebagai pengikat nitrogen bebas, dimana bintil tersebut ada yang efektif maupun non efektif. Tanaman kedelai juga memilki kandungan protein tinggi sebesar 42%, sehingga dedaunannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau dan bagus untuk ternak. Biji dari kedelai juga memilliki multi fungsi, yaitu digunakan sebagai bahan dasar tempe, tahu, susu, kecap dan lain sebagainya. Selain itu kandungan isoflavon di dalam kedelai dimanfaatkan untuk menimbun lemak serta menghancurkan lemak pada lingkar pinggang. Sehingga kedelai banyak dimanfaatkan sebagai makanan diet yang baik (Anonima, 2009).
Amerika serikat merupakan negara penghasil kedelai terbesar di dunia. Kedelai merupakan tanaman hari panjang, sehingga sangat cocok dibudidayakan di Amerika serikat yang juga memiliki empat musim. Di Indonesia yang merupakan hari pendek, budidaya kedelaipun dapat dilakukan, walaupun hasilnya tidak sebagus di Amerika. Di Indonesia, kedelai dimanfaatkan sebagai sumber gizi/ protein utama dan tidak digunakan untuk keperluan industri (Suroto, 2001).
Kedelai dengan nama latin Glysin max merupakan tanaman asli Asia subtropik seperti Tiongkok dan Jepang bagian selatan. Sementara untuk Glisin soja merupakan kedelai hitam yang berasal dari daerah Asia tropis atau Asia tenggara. Dimana, tanaman kedelai banyak mengandung protein nabati dan minyak nabati dunia yang bermanfaat bagi manusia (Yutono, 2001).
Kedelai memiliki jenis yang sangat beragam, seperti kedelai hitam, kedelai putih dan lain sebagainya. Kedelai banyak mengandung metabolit primer seperti protein 42% dan lemak 18% sehingga kedelai digunakan sebagai bahan utaman lauk pauk. Varietas kedelai putih (Glysin max) memiliki ciri bijinya bisa berwarna kuning, sedangkan untuk Glysin soja (kedelai hitam) memiliki ciri morfologi, bijinya berwarna hitam (Anonimb, 2009).
C. Alat Bahan dan Cara Kerja
1. Alat
Pisau/ cutter Sekop/ cethok
Alat tulis Papan nama
Rafia Meteran
Tugal
2. Bahan
Kedelai
Tanah/ lahan
3. Cara Kerja
a. Menyiapkan lahan dan petak tanam dengan ukuran 3 x 3 m.
b. Membasahi benih kedelai dengan air kemudian mencampurnya dengan legin dan mengangin-anginkannya selama satu jam.
c. Menanam benih kedelai masing-masing dua-tiga biji perlubang tanam dengan jarak 25 x 25 cm.
d. Melakukan penyirama setiap hari.
e. Melakukan penyulaman setelah satu minggu.
f. Melakukan pengamatan tinggi tanaman setiap minggunya pada enam tanaman sampel.
g. Melakukan pengamatan pada 42 HST, meliputi jumlah bintil akar keseluruhan (efektif dan non-efektif).
D. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
Tabel 1.1 Data Rekapan Kedelai
Rplik Var Ino tnggi mncul Jml
cab jml
pol Berat 100 efektif Non
efktif jml
biji BKA Lgin+var repli
1 1 0 15,56 35 2,8 5,0 3,36 0 1 2 0,358 1
2 1 0 28,36 35 2,4 52,0 13,84 2 3 3 0,920 1
1 1 1 27,16 42 7,0 20,5 16,21 2 0 2 1,002 2
2 1 1 28,36 42 4,0 5,0 24,73 0 0 2 0,260 2
1 2 0 25,75 35 6,0 40,0 15,13 5 1 2 1,490 11
2 2 0 36,60 42 9,5 16,0 4,01 9 0 2 0,450 11
1 2 1 27,33 42 16 35,0 7,09 34 12 3 0,740 12
2 2 1 30,80 42 4,3 51,8 3,05 4 1 3 0,430 12
Sumber : Data Rekapan








2. Pembahasan
Inokulasi merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi. Dari hasil praktikum inokulasi kedelai, dapat dilihat bahwa pemberian inokulan berpengaruh terhadap tinggi tanaman kedelai. Pada varietas 1 pada benih yang tidak diinokulasi dapat terlihat bahwa tinggi untuk tanaman kedelai sebesar 15,56 cm. Sedang tetap pada varietas 1 dan benih diinokulasi, hasilnya lebih tinggi, yaitu sebesar 27,16 cm. Hal tersebut juga dapat dikuatkan dengan perlakuan yang lain. Pada varietas 2, benih kedelai yang tidak diinokulasi memiliki tinggi tanaman 25,75 cm sedangkan untuk kedelai yang diinokulasi tingginya mencapai 27,33 cm.
Perbedaan tinggi tanaman kedelai hasil praktikum, selain pemberian inokulum, faktor yang mempengaruhi tinggi kedelai adalah varietas dari kedelai tersebut. Pada hasil praktikum diperoleh bahwa varietas 2 lebih unggul dalam hal tinggi tanaman dibanding varietas 1.
Dalam bukunya, Gardner (2000) menjelaskan bahwa, Rhizobium yang bersimbiosis dengan tanaman kedelai, tanaman kedelai ini nantinya akan memperoleh asam amino. Asam amino dimanfaatkan tumbuhan dalam hubungannya dengan proses pertumbuhan, khususnya tinggi tanaman. Karena, asam amino akan menyebabkan peningkatan pada fotosintesis. Tanaman akan terlihat lebih hijau karena pasokkan nitrogen yang optimal.
Pertumbuhan generatif tanaman ditunjukkan dengan tumbuhnya bunga. Saat muncul bunga pada tanaman kedelai, pada varietas 1 waktu yang diperlukan untuk muncul bunga lebih sedikit dari varietas 2. Varietas satu memerlukan waktu 35, 28, 42 dan 42 hari. Sedangkan untuk varietas dua memerlukan waktu 35, 42, 42, dan 42 hari.
Jika dilihat dari perlakuan pemberian inokulum, dapat diketahui bahwa dengan pemberian inokulum, waktu yang diperlukan saat muncul bunga lebih lama dari perlakuan tanpa inokulum. Dapat disimpulkan bahwa pemberian inokulum menyebabkan pertumbuhan generatif semakin lama. Hal ini disebabkan karena pemberian inokulum menjadikan pertumbuhan vegetatif semakin cepat sedangkan generatif lebih lama, karena dengan pemberian inokulum, tanaman kedelai bersimbiosis dengan Rhizobium yang mampu mengikat nitrogen di udara, sedangkan nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhan vegetatif (Rachman, 2001).
Jumlah cabang pada tanaman kedelai bervariasi. Pada varietas 1 tanpa inokulum rata-rata jumlah cabang sebesar 2,6 sedangkan untuk perlakuan dengan inokulum rata-rata jumlah cabang sebesar 5,5. Pada varietas 2 perlakuan tanpa inokulum, didapat jumlah cabang rata-rata adalah sejumlah 7,75 dan perlakuan dengan inokulum sejumlah 10,15. Jadi, jumlah cabang terbesar yaitu pada varietas 2 dan dengan benih yang diinokulasi.
Apabila dikaitkan dengan jumlah polong pertanaman. Rata-rata jumlah polong tanaman varietas 1 tanpa inokulasi adalah sejumlah 28,5. sedangkan untuk perlakuan yang diinokulasi sejumlah 12,7. Pada varietas 2 jumlah polong tanpa inokulasi adalah sejumlah 28, sedangkan untuk perlakuan dengan inokulasi adalah sejumlah 43,4. Hal tersebut membuktikan bahwa varietas 2 dan dengan benih yang diinokulasi memberikan jumlah polong yang terbesar.
Tanaman legum yang mampu bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium japonicum L. dan akhirnya membentuk bintil akar, dan mampu mengikat nitrogen di udara. Dari data yang diperoleh, didapatkan bintil efektif pada varietas 1 tanpa inokulum rata-ratanya sejumlah 1 dan rata-rata jumlah bintil tidak efektif adalah 2, sedangkan pada tanaman dengan inokulum rata-rata bintil akar efektif sejumlah 1 dan tidak efektif sejumlah 2. Pada varietas 2 pada perlakuan tanpa inokulum didapat rata-rata bintil efektif sejumlah 7 dan rata-rata jumlah bintil tidak efektifnya 2. Untuk tanaman dengan inokulum rata-rata jumlah bintil efektif dan tidak efektif berturut-turut sejumlah 19 dan 3. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan benih yang diinokulasi dapat memberikan hasil yang baik (Gardner et al, 2000).
Berat kering akar kedelai dari tanaman tanpa inokulum dengan benih berinokulum, didapat berat kering tertinggi pada perlakuan dengan inokulum (untuk varietas 1), sedang untuk varietas 2, didapatkan berat kering tertinggi pada perlakuan tanpa inokulum.
Pertumbuhan vegetatif pada kedelai dapat dilihat dari tinggi tanaman kedelai, jumlah daun dan jumlah cabang (sebelum muncul bunga). Lama fase vegetatif beragam, pada tanaman kedelai tanpa inokulan fase vegetatif kurang lebih 35 HST, sedangkan pada perlakuan dengan inokulan mencapai 42 HST.
Anova antara tinggi kedelai dengan varietas, menunjukkan tidak berbeda nyata. Didapat P=0,230, jadi varietas tidak mempengaruhi tinggi tanaman kedelai. Karena tinggi atau tidaknya tanaman kedelai, dipengaruhi oleh pemupukan, pemeliharaan dan perawatan kedelai. Anova tinggi tanaman kedelai terhadap inokulasi tidak memberikan pengaruh nyata pula. Hal ini berarti pemberian inokulan tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman kedelai. Diperoleh nilai P = 0,591.
Nilai P dari anova saat muncul bunga terhadap varietas, tidak memberikan pengaruh nyata. Nilai P=0,390. Hal ini dikarenakan, muncul tidaknya bunga tergantung pemberian nutrisi/ hara yang dibutuhkan oleh tanaman kedelai.
Inokulasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap saat muncul bunga tanaman kedelai. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan nilai P=0,0050 pada anova. Waktu yang diperlukan saat muncul bunga untuk kedelai dengan perlakuan inokulum, lebih lama dari perlakuan tanpa inokulum.
Jumlah cabang tidak memberikan pengaruh nyata terhadap varietas maupun dengan inokulasi. Begitu pula dengan jumlah polong pertanaman juga tidak memberikan pengaruh nyata baik terhadap varietas maupun inokulasi. Jumlah polong dipengaruhi oleh dosis pupuk yang tepat serta pemeliharaan tanaman. Jadi, dengan ditambahkannya inokulan, tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Walaupun di dalam rekapan data diperoleh hasil, bahwa varietas 2 dengan benih yang diinokulasi memberikan jumlah polong yang paling banyak. Kalaupun memberikan pengaruh seperti pada data tersebut, sifatnya hanya relatif .

Jumat, Juni 19, 2009

IV. PENENTUAN KADAR VITAMIN C

A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang berfungsi untuk mambantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa vitamin manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh kita. Vitamin berdasarkan kelarutannya di dalam air, yaitu Vitamin yang larut di dalam air : Vitamin B dan Vitamin C dan Vitamin yang tidak larut di dalam air : Vitamin A, D, E, dan K atau disingkat Vitamin ADEK (Anonim, 2009b)
Kebutuhan untuk vitamin C adalah 60 mg/hari, tapi hal ini bervariasi pada setiap individu. Stres fisik seperti luka bakar, infeksi, keracunan logam berat, rokok, penggunaan terus-menerus obat-obatan tertentu (termasuk aspirin, obat tidur) meningkatkan kebutuhan tubuh akan vitamin C. Perokok membutuhkan vitamin C sekitar 100 mg/hari.
Buah dan sayuran mengandung banyak vitamin C. Beberapa buah yang memiliki kandungan vitamin C diantaranya alpukat yang menawarkan asam lemak yang sehat, vitamin, dan mineral seperti kalsium. Menurunkan kolesterol sementara meningkatkan karbohidrat. Baik untuk malnutrisi dan kulit yang kering. Ada juga anggur yang sangat baik untuk meningkatkan energi tubuh. Mereka merupakan bahan yang sangat baik untuk ginjal dan hati, dan kaya akan senyawa yang mencegah pembentukan kanker. Baik untuk serangan jantung, kejang otot, kelelahan, infeksi virus, dan mencegah pembentukan lubang pada gigi.
Vitamin C (asam askorbat) penting untuk tubuh manusia. Karena sifatnya larut dalam air, vitamin C banyak terlibat membantu metabolisme energi. Vitamin ini tidak disimpan di dalam tubuh, tetapi dikeluarkan melalui urin dalam jumlah kecil. Karena itulah, vitamin C perlu dikonsumsi setiap hari untuk mencegah kekurangan yang dapat mengganggu fungsi tubuh normal.
2. Tujuan Praktikum
a. Untuk mengetahui kadar vitamin C dalam 100 g bahan.
b. Menentukan perbedaan kadar vitamin C pada kulit buah dan daging buah.
c. Menentukan kadar vitamin C pada buah pada berbagai stadia kemasakan.
3. Waktu dan Tempat praktikum
Praktikum acara IV. Penentuan Kadar Vitamin C, dillaksanakan di Laboratorium Ekologi Manajemen dan Produksi Tanaman, Fakultas Pertanian Unversitas Sebelas Maret, pada hari Selasa April 2009, Pukul 15.00 WIB.
B. Tinjauan Pustaka
Para ahli gizi, telah meneliti besarnya kandungan vitamin C pada setiap buah. Pada 1 buah jeruk yang berukuran sedang, memiliki kandungan vitamin C sebesar 66 mg, 1 cangkir jus anggur segar = 93 mg, 1/2 cangkir stroberi = 44 mg, 1 cangkir jus jeruk segar 124 mg, 1/2 blackberry = 15 mg, 1/2 pepaya ukuran sedang = 85 mg, 1/2 mangkuk brokoli mentah = 70 mg, dan 1/2 mangkuk bayam mentah = 14 mg. Untyk Kebutuhan dari vitamin adalah 60 mg/hari, tapi hal ini bervariasi pada setiap individu. Stres fisik seperti luka bakar, infeksi, keracunan logam berat, rokok, penggunaan terus-menerus obat-obatan tertentu (termasuk aspirin, obat tidur) meningkatkan kebutuhan tubuh akan vitamin C. Perokok membutuhkan vitamin C sekitar 100 mg/hari (Anonim, 2009a).
Buah melon kaya vitamin a dan c, melon oranye kaya akan beta karoten. jika dikombinasikan dengan lemon, dapat membantu menghilangkan asam urat. baik untuk membantu menghilangkan kanker paru-paru, obesitas, penyakit crohn, gangguan lambung. Buah Jeruk, lemon, dan limau adalah buah-buahan yang menghilangkan lemak, yang kaya akan vitamin C. baik untuk batuk pilek, hidung tersumbat, infeksi tenggorokan, melarutkan lemak, dan mengatur kolesterol. tomat kaya vitamin C dan beta karoten. Buah tomat mengandung lycopene, bahan pelawan kanker. tomat rendah natrium dan kalori serta kaya akan asam nitrat dan kalium. baik untuk nafsu makan yang rendah, gangguan hati, kelelahan, pms, hipoglikemia, infeksi ragi, gangguan prostat, dan kegemukan (Anonim, 2009a).
Cabai rawit ternyata mengandung vitamin C tinggi dan betakaroten (provitamin a) mengalahkan buah-buahan populer seperti mangga, nanas, pepaya, semangka. kadar mineralnya, terutama kalsium dan fosfornya meng-ungguli ikan segar. demikian juga dengan cabai hijau, memiliki kandungan vitamin C cukup besar. sedangkan paprika terutama berwarna merah memiliki kandungan vitamin C dan betakaroten lebih banyak dibandingkan yang hijau (Anonim, 2009a).
Vitamin C mempunyai rumus C6H8C6 dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tak berwarna, tidak bau dan mencair pada suhu 190-192 0C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Sifat yang paling utama vitamin C adalah kemapuan mereduksi yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh beberapa logam terutama Cu dan Ag (Patricia, 1983).
Sebuah buah konsumsi, jeruk besar mempunyai kedudukan ekonomi yang cukup tinggi. Menjadi nilai nutrisi tinggi yaitu beberapa macam vitamin, terutama vitamin C. Dalam 100 gr bagian jeruk besar yang dapat dimakan dikandung vitamin C sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak 20 mg. Karena kandungan vitamin C dan Ayang cukup tinggi, maka jeruk ini mampu mencegah rabun dan sariawan (Setiawan, 1993 ).
Buah tomat yang merupakan buah yang mengandung vitamin C, ternyata juga banyak mengandung mineral. Satu buah tomat mengandung 30 kalori, vitamin C 40 mg, vitamin A 1500 SI, zat besi dan kalsium. Karena tingginya kandungan vitamin, kalsium serta rendahnya lemak dan kalori, buah tomat ini tidak menggemukkan (Tugiyono, 1990)

Vitamin berasal dari kata vita(hidup) dan amin (gugusan NH2). Vitamin dapat membantu kerja enzim, seperti pada vitamin B-komplek yang berfungsi sebagai koenzim dari beberapa enzim tertentu. Pada tanaman tingkat tinggi yang berkhlorofil tidak semua bagiannya memproduksi vitamin, jadi bagian yang kekurangan vitamin akan menerima vitamin dari bagian tanaman yang kelebihan (translokasi vitamin). Contoh yang terjadi pada tanaman adalah apabila daun-daun tua yang kekurangan vitamin, ia akan mendapat vitamin dari daun-daun muda. Contoh lain misalnya dari daun ke bagian akar begitu juga sebaliknya (Dwiseputro dkk, 1980).
Vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Sifat tersebut terutama disebabkan adanya struktur eradial yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lekton. Bentuk vitamin C yang ada di alam terutama adalah L-asam askorbat, D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan hanya dimiliki 10% aktivitas vitamin C (Andarwulan N dan Kuswano S, 1992).
C. Bahan, Alat, dan Cara Kerja
1. Bahan
a. Jeruk (Citrus sp) (hijau dan kuning)
b. Cabai (Hijau dan merah)
c. Tomat (Lycopersicum esculentum) (merah dan kuning)
d. Jambu (Psidium guajava) (mentah dan matang)
2. Alat

a. Mortir dan penumbuknya
b. Pisau stainless steel
c. Neraca analitis
d. Gelas arloji
e. Gelas ukur 50 cc
f. Lampu spiritus/kompor
g. Gelas pengaduk
h. Erlenmeyer 250 cc (2 buah)
i. Corong
j. Kertas filter
k. Mikro buret
l. Pipet volume 25 cc
m. Botol warna gelap
n. Beaker glass 400 cc (2 buah) dan 100 cc (1 buah)
o. Pipet tetes 1 cc

3. Cara kerja
Metode titrasi iodine
a. Membelah buah jambu dan memeras, kemudian menyaringnya.
b. Mengambil 5 ml cairan buah dengan menggunakan pipet dan memasukkannya ke dalam erlenmeyer.
c. Menambahkan 20 ml aquadest dan 2 ml larutan amilum 1%.
d. Menitrasi dengan 0,001 N larutan iodine (1 liter larutan mengandumg 16 kg Kj)
e. Mengamati perubahan warnanya dengan membandingkan dengan larutan pembanding.
D. Hasil dan Analisis Hasil Pengamatan
1. Hasil pengamatan
Tabel 4.1 Pengamatan Data Rekapan Kadar Vitamin C pada Beberapa Macam Buah dan Sayur
Ulangan Jambu Cabai Tomat Jeruk
mentah matang hijau merah merah kuning hijau Kuning
1 36,7 48,4 13,36 35,64 14,96 10,78 9,68 5,72
2 19,18 38,72 35,42 45,95 18,92 7,92 40,92 6,6
3 9,68 35,2 7,04 55,44 8,8 7,04 10,12 9,24
Rata-rata 21,85 40,77 18,61 45,67 14,22 8,58 20,24 7,18
Sumber : Laporan sementara
2. Analisis hasil pengamatan
Kadar vitamin C = ml iodine x 0,88
Kadar vitamin C pada jambu matang = 44 ml x 0,88 = 5,984
= 38,72

E. Pembahasan
Penentuan kadar vitamin C pada acara IV, bertujuan untuk menentukan kadar vitamin C pada beberapa komoditas hortikultura. Pada praktikum ini menggunakan metode titrasi iodine dan bahan yang digunakan jeruk (hijau dan kuning), tomat (merah dan kuning), jambu (mentah dan matang) dan cabai (hijau dan merah). Untuk kelompok 10 bahan yang digunakan yaitu jambu matang (Psidium guajava)
Vitamin C (asam askorbat/C6H8O6) penting untuk tubuh manusia. Karena sifatnya larut dalam air, vitamin C banyak terlibat membantu metabolisme energi. Vitamin ini tidak disimpan di dalam tubuh, tetapi dikeluarkan melalui urin dalam jumlah kecil. Karena itulah, vitamin C perlu dikonsumsi setiap hari untuk mencegah kekurangan yang dapat mengganggu fungsi tubuh normal (Anonim, 2009a)
Jambu matang yang telah dibelah kemudian ditumbuh menggunakan mortir dan penumbuknya, kemudian diperas diambil sari/cairannya kurang lebih 5 ml dan dimasukkan dalam gelas ukur. Setelah ditambahkan 20 ml aquadest, dititrasi dengan iodine 0,001 N. Titrasi dihentikan setelah terjadi perubahan warna, volume iodine yang menyebabkan perubahan warna dikalikan 0.88 untuk mendapatkan nilai dari kadar vitamin C dari bahan-bahan tersebut. Warna pertama sebelum dititrasi adalah warna merah muda (pink), kemudian setelah dititrasi dengan iodine 44 ml, berwarna merah keruh.
Penentuan secara titrasi iodine, tidak efektif untuk mengukur kandungan asam askorbat dalam bahan pangan, karena adanya komponen lain selain vitamin C yang juga bersifat pereduksi. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai warna titik akhir titrasi yang sama dengan titik akhir titrasi askorbat dengan iodine. Pengukuran vitamin C dengan titrasi menggunakan 2,6 Dichlorophenol-indopenol. 2,6 ini akan berwarna biru dalam alkali/basa dan netral, serta berwarna merah jambu (pink) dalam asam (Andarwulan dan Kuswara, 1992 ).
Dari hasil rekapan, untuk kelompok 10 diperoleh data untuk kadar vitamin C pada jambu matang sebesar 38,72 dengan mengalikan 0,88 dengan iodine yang digunakan untuk titrasi (44ml).
Dari data yang dapat dilihat dari tabel rekapan, diketahui kadar vitamin C rata-rata yang tertinggi adalah cabai merah, yaitu sebesar 45,67. Dari literatur yang diperoleh dari www.food-info.net/id/vita/water,, cabai rawit ternyata mengandung vitamin C tinggi dan betakaroten (provitamin a) mengalahkan buah-buahan populer seperti mangga, nanas, pepaya, semangka. Kadar mineralnya, terutama kalsium (Ca) dan fosfor(P)nya mengungguli ikan segar, demikian juga dengan cabai hijau, memiliki kandungan vitamin C cukup besar.
Kadar vitamin C tertinggi kedua setelah cabai merah adalah jambu matang, yaitu sebesar 40,77, disusul jambu mentah (21,85) dan jeruk hijau (20,24). Dalam setiap 100 gram jambu masak, terdapat 0,9 gram protein, 0,3 gram lemak, 12,2 gram karbohidrat, 14 mg kalsium, 28 mg posfor, 1,1 mg Besi, 87 mg vitamin C dan 86 gram air. Kandungan vitamin C pada jambu biji 2x lipat dari jeruk manis yang hanya 49 mg/100 gram buah. Kandungan vitamin C dari jambu biji, biasanya terkandung dalam kulit dan daging buah bagian luar yang lunak dan tebal (Anonim, 2009c).
Dari referensi yang ditulis oleh Tugiyono, dijelaskan bahwa kandungan vitamin C pada tomat sebesar 40 mg, pada jambu 87 mg dan jeruk 49 mg. Hal tersebut telah sesuai dengan hasil pengamatan yang telah dilakukan, yaitu kadar vitamin C berturut-turut dari yang terbesar adalah cabai, jambu, jeruk dan tomat.
Kandungan vitamin C pada jambu memuncak saat menjelang matang dan jambu biji ini sanggup memenuhi kebutuhan harian anak berusia 13-20 tahun yang mencapai 80-100 mg/hari. Kebutuhan vitamin C orang dewasa mencapai 70-75 mg/ hari (Anonim, 2009d)
Berdasar hasil praktikum, kadar vitamin terendah terdapat pada jeruk kuning yaitu sebesar 7, 18 dan tomat kuning yaitu 8,58. Vitamin C terdapat pada buah-buahan yang memiliki tingkat keasaman tinggi, sedangkan tomat dan jeruk yang terlampau matang atau yang telah berwarna kuning, tingkat keasamannya rendah, karena itu memiliki kadar vitamin C yang rendah pula.
Fungsi dari vitamin C ialah antioksidan yang diperlukan oleh sekurang-kurangnya 300 fungsi metabolik dalam badan, termasuklah pertumbuhan dan penggantian tisu, fungsi kilang adrenal, dan untuk gusi yang sehat. Vitamin menolong dalam pengeluaran hormon anti-stress dan interferon, sejenis protin sistem imuniti yang penting dan diperlukan juga untuk metabolisma folik acid, tairosin, dan phenylalanine.
Gejala awal kekurangan vitamin C adalah pendarahan disekitar gigi dan merusak pembuluh darah di bawah kulit, menghasilkan pinpoint haemorrhages. Kekurangan banyak vitamin C berakibat pada sistem syaraf dan ketegangan otot. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan otot seperti juga rasa nyeri, gangguan syaraf dan depresi. Gejala selanjutnya adalah anemia, sering terkena infeksi, kulit kasar dan kegagalan dalam menyembuhkan luka. Ketika seseorang mengkonsumsi sejumlah besar vitamin C dalam bentuk suplemen dalam jangka panjang, tubuh menyesuaikannya dengan menghancurkan dan mengeluarkan kelebihan vitamin C dari pada biasanya. Jika konsumsi kemudian secara tiba-tiba dikurangi, tubuh tidak akan menghentikan proses ini, sehingga menyebabkan penyakit kudisan
Penyakit akibat defisiensi vitamin C (scurvy), ditandai dengan anemia, gusi seperti spons, kecenderungan perdarahan kapiler di bawah kulit, serta indurasi otot tungkai dan betis. Sementara efek samping dari penggunaan dosis besar vitamin C yang umum adalah diare. Gejala keracunan vitamin C adalah mual, kejang perut, diare, sakit kepala, kelelahan dan susah tidur. Hal ini juga dapat mengganggu tes medis, atau menyebabkan buang air kecil yang berlebihan dan membentuk batu ginjal (anonim, 2009b).
Kadar dari vitamin C, dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Keadaan buah tersebut, semakin layu/kusut atau tidak segarnya vitamin menyebabkan kadar vitamin C yang terkandung dalam buah tersebut berkurang. Waktu dalam mengekstrasi juga mempengaruhi kadar vitamin C, semakin lama waktu mengekstrasi kandungan vitamin C akan semakin berkurang.








F. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Dari praktikum ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Kadar vitamin C dari yang tertinggi sampai yang terendah berturut-turut adalah cabai, jambu, jeruk dan tomat.
b. Metode yang digunakan dalam penentuan kadar vitamin C adalah penentuan dengan titrasi iodine.
c. Semakin banyak iodine yang dibutuhkan untuk titrasi semakin tinggi kadar vitamin C suatu bahan.
d. Dari komoditi yang digunakan untuk praktikum, kadar vitamin C tertinggi ditemukan pada cabai merah dengan kadar rata-rata 3 ulangan adalah sebesar 45,67. Sedangkan untuk komoditi yang kadar vitamin C nya terendah adalah jeruk kuning yaitu : 7,18.
e. Kadar vitamin C jambu matang (Psidium guajava), dari hasil penelitian kelompok 10 adalah sebesar 38,72 dan Iodine yang diperlukan untuk titrasi adalah sebanyak 44ml. Sedangkan rata-rata dari ketiga ulangan sebesar 40,77.
f. Kandungan vitamin C pada buah jambu secara umum sebesar 87 mg, pada tomat 40 mg, pada dan jeruk 49 mg.
g. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar vitamin C, diantaranya Keadaan buah tersebut (dalam keadaan segar/kisut), umur buah dan waktu dalam mengekstrasi.
2. Saran
Perlu diadakannya penelitian mengenai penentuan kadar iodine dengan titrasi menggunakan 2,6 Dichlorophenol-indopenol. Diduga metode titrasi iodine tidak efektif untuk mengukur kandungan asam askorbat/vitamin C dalam bahan pangan/hortikultura, karena adanya komponen lain selain vitamin C yang juga bersifat pereduksi.



DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, Nuri, Sutrisno, K. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Press. Jakarta.
Anonim. 2009a. www.food-info.net/id/vita/water.htm - 43k. (diakses tanggal 30 April 2009 pukul 15.00 WIB)
______. 2009b. insidewinme.blogspot.com/2007/11/bicara-vitamin-c.html - 89k (diakses tanggal 30 April 2009 pukul 15.00 WIB)
______. 2009c. Kandungan Vitamin C pada Daging dan Kulit Buah. Kompas.com/150317.htm. (diakses tanggal 01 Mei 2009 pukul 16.00 WIB)
______. 2009d. Kadar Vitamin C pada buah-buahan. www.dechacare.com-info-kesehatan (diakses tanggal 01 April 2009 pukul 16.00 WIB)
Dwijoseputro, D. Dkk. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia. Jakarta
Patricia,H.1983. Food that Fight Cancer. Mc Clelland dan stewart. Ltd. Canada.
Setiawan,A.T. 1993. Usaha Pembudidayaan Jeruk Besar. Jurnal Penelitian Agronomi. 4 (2) : 50-55.
Tugiyono, herry. 1990. Bertanam Tomat. Penebar Swadaya. Jakarta
PENDAHULUAN
Pisang (Musa paradisiaca) merupakan salah satu tanaman buah tropis yang cukup berkembang di Indonesia. Pisang juga sebagai salah satu komoditas unggulan yang saat ini masih tetap menjadi kontributor utama (34,5%) terhadap produksi buah nasional. Hampir di setiap tempat kita dengan mudah menemukan tanaman pisang. Indonesia termasuk salah satu negara tropis yang memasok pisang segar/kering ke Jepang, Hongkong, Cina, Singapura, Arab, Australia, Negeri Belanda, Amerika Serikat dan Perancis.
Pisang merupakan buah yang bergizi tinggi dan merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Kandungan gizi yang terdapat dalam setiap 100 gr buah pisang terdiri dari kalori 115 kalori, protein 1,2 gr, lemak 0,4 gr, karbohidrat 26,8 gr, serat 0,4 gr, kalsium 11 mg, posfor 43 mg, besi 1,2 mg, vitamin B 0,1 mg, vitamin C 2 mg, dan air 70,7 gr. Dengan komposisi tersebut, pisang dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras khususnya di daerah-daerah yang sering mengalami rawan pangan.
Pisang adalah tanaman buah berupa herba dan merupakan tanaman asli Asia Tenggara termasuk diantaranya adalah Indonesia sendiri. Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di daerah-daerah di Indonesia, banyak dikenal bermacam-macam nama pisang, di Jawa barat, pisang disebut dengan Cau, di Jawa tengah dan Jawa timur dinamakan gedang.
Pisang dapat diusahakan pada berbagai type agroekosistem yang tersebar di seluruh nusantara. Keunggulan dari berbudidaya pisang diantaranya, permintaan pasar cukup besar dan produksinya tersedia merata sepanjang tahun. Memiliki bermacam varietas dengan berbagai kecocokan penggunaan. Usahatani pisang mampu memberikan hasil waktu yang relatif singkat (1–2 tahun). Disamping itu juga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman penghijauan dan konservasi lahan karena tanaman pisang sangat baik dalam menahan air.
Walaupun dalam berbudidaya pisang dapat dikatakan mudah dan Indonesia sendiri juga salah satu pemasok buah pisang, tentu banyak kendala-kendala dalam pembudidayaan pisang tersebut. Dalam paper ini akan dipaparkan beberapa kendala/permasalahan dalam berbudidaya tanaman pisang, berikut cara pemecahannya/problem solving.

PERMASALAHAN DALAM BUDIDAYA PISANG
(Musa paradisiaca)
Jenis pisang yang ada di Indonesia, sangat beragam. Berbagai jenis pisang yang dibudidayakan oleh para petani di Indonesia, diantaranya dibagi menjadi empat :
1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas.
2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma typicaatau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok.
3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk.
4. Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca).
Permasalahan yang terjadi dalam pembudidayaan pisang paling besar adalah masalah hama dan penyakit, karena pisang rentan terhadap serangan hama dan penyakit.
Beberapa permasalahan dalam budidaya pisang, diantaranya :
1. Pisang sangat rentan terhadap hama dan penyakit
a. Penyakit layu bakteri atau penyakit Moko disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum dan dapat membunuh pohon pisang yang terserang hanya dalam jangka waktu satu sampai dua minggu.
b. Penyakit Layu Fusarium dan Layu Bakteri Ralstonia (penyakit darah) yang mudah menyerang tanaman pisang.
c. Penyakit-penyakit virus mencakup penyakit pucuk menjurai (bunchy top), mosaik, dan mosaik braktea.
d. Serangga hama yang paling berbahaya adalah kumbang penggerek pisang (Cosmopolitis sordidus).
e. Dua macam 'thrips' menyerang tanaman pisang.
f. Nematoda-pelubang (Radopholus similis) adalah jenis nematoda yang paling merusak.
2. Sentra produksi pisang yang bersifat terpencar (spot) dengan skala usaha yang tidak ekonomis menyebabkan perdagangan pisang kurang berkembang dengan baik. Beberapa sentra pisang di Indonesia adalah Kaltim kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) yang sekarang menjadi kebun pisang, Jawa dan Sulawesi.
3. Tingkat produksi dan produktivitas masih rendah. Hal ini antara lain dikarenakan:
a) Petani pada umumnya belum menerapkan praktek budidaya yang baik (GAP).
b) Sarana pengairan umumnya belum tersedia.
c) Serangan penyakit layu masih relatif tinggi.
4. Mutu produk yang dihasilkan pada umumnya sebagian besar masih kurang baik, hal ini dikarenakan:
a) Petani pada umumnya belum menerapkan pemeliharaan buah dan teknologi pasca panen yang baik dan benar (pembrongsongan buah, cara pemetikan yang benar, sortasi dan pencucian).
b) Keterbatasan modal petani sehingga memanen buah belum mencapai tingkat kematangan optimal.
c) Kelompok tani yang ada belum berfungsi dengan baik dalam mengelola kawasan kebun.
5. Dalam pemasaran, petani sangat sulit mendapatkan informasi pasar, baik jenis, jumlah dan waktunya, sehingga pada saat panen raya, harga pisang ditingkat petani jatuh.
6. Teknologi pengolahan belum tersosialisasikan sepenuhnya di lapang serta keterbatasan sarana pengolahan.
7. Beras sebagai bahan pangan pokok telah membudaya sehingga untuk beralih ke buah pisang sebagai sumber karbohidrat perlu waktu.
8. Adanya anggapan yang keliru di masyarakat bahwa makanan pokok beras lebih bergengsi dibandingkan non beras.
PEMECAHAN MASALAH
Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Digalakkan pemberantasan hama ialah penghancuran fisik maupun kimiawi (herbisida) pada tanaman yang terserang.
2. Tanaman pisang yang telah terserang penyakit, sebaiknya dikarantina agar tidak menular ke tanaman yang sehat lain .
3. Perlu sosialisasi bahwa pisang dapat sebagai sumber karbohidrat alternatif atau sebagai bahan pangan pokok.
4. Untuk mendorong masyarakat menyukai pisang sebagai sumber karbohidrat perlu disosialisasikan penganekaragaman pengolahan.
5. Perlu inventarisasi lahan potensial untuk pengembangan pisang
6. Perlu sosialisasi teknologi budidaya dan penanganan pasca panen, serta pengolahan pisang.
7. Penyediaan sarana pengairan untuk pengembangan pisang.
8. Pemberdayaan kelompok tani.
9. Fasilitasi akses permodalan bagi petani.
10. Dukungan Instansi Terkait. Pelaksanaan pengembangan pisang sebagai sumber karbohidrat alternatif perlu dukungan berbagai instansi seperti:
 Departemen Pertanian (Ditjen Perkebunan, Ditjen. P2HP, Ditjen PLA, Badan Litbang Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, Setjen, Badan PSDMP)
 Departemen PU (Pekerjaan Umum)
 Departemen Kehutanan
 Departemen Kesehatan
 Kementrian Koperasi dan UKM (Usaha Kecil Menengah), khususnya terkait masalah pascapanen pisang.
 Departemen Perhubungan, mengenai pendistribusian pisang.
 Departemen Perdagangan
 Pemerintah Daerah
 Perbankan.

Senin, Mei 11, 2009

sekilas tentang vitamin C/asam askorbat

Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang berfungsi untuk mambantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa vitamin manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh kita. Vitamin berdasarkan kelarutannya di dalam air, yaitu Vitamin yang larut di dalam air : Vitamin B dan Vitamin C dan Vitamin yang tidak larut di dalam air : Vitamin A, D, E, dan K atau disingkat Vitamin ADEK (Anonim, 2009b)
Kebutuhan untuk vitamin C adalah 60 mg/hari, tapi hal ini bervariasi pada setiap individu. Stres fisik seperti luka bakar, infeksi, keracunan logam berat, rokok, penggunaan terus-menerus obat-obatan tertentu (termasuk aspirin, obat tidur) meningkatkan kebutuhan tubuh akan vitamin C. Perokok membutuhkan vitamin C sekitar 100 mg/hari.
Buah dan sayuran mengandung banyak vitamin C. Beberapa buah yang memiliki kandungan vitamin C diantaranya alpukat yang menawarkan asam lemak yang sehat, vitamin, dan mineral seperti kalsium. Menurunkan kolesterol sementara meningkatkan karbohidrat. Baik untuk malnutrisi dan kulit yang kering. Ada juga anggur yang sangat baik untuk meningkatkan energi tubuh. Mereka merupakan bahan yang sangat baik untuk ginjal dan hati, dan kaya akan senyawa yang mencegah pembentukan kanker. Baik untuk serangan jantung, kejang otot, kelelahan, infeksi virus, dan mencegah pembentukan lubang pada gigi.
Vitamin C (asam askorbat) penting untuk tubuh manusia. Karena sifatnya larut dalam air, vitamin C banyak terlibat membantu metabolisme energi. Vitamin ini tidak disimpan di dalam tubuh, tetapi dikeluarkan melalui urin dalam jumlah kecil. Karena itulah, vitamin C perlu dikonsumsi setiap hari untuk mencegah kekurangan yang dapat mengganggu fungsi tubuh normal.

PERMASALAHAN DALAM BUDIDAYA PISANG

PERMASALAHAN DALAM BUDIDAYA PISANG
(Musa paradisiaca)
Jenis pisang yang ada di Indonesia, sangat beragam. Berbagai jenis pisang yang dibudidayakan oleh para petani di Indonesia, diantaranya dibagi menjadi empat :
1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas.
2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma typicaatau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok.
3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk.
4. Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca).
Permasalahan yang terjadi dalam pembudidayaan pisang paling besar adalah masalah hama dan penyakit, karena pisang rentan terhadap serangan hama dan penyakit.
Beberapa permasalahan dalam budidaya pisang, diantaranya :
1. Pisang sangat rentan terhadap hama dan penyakit
a. Penyakit layu bakteri atau penyakit Moko disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum dan dapat membunuh pohon pisang yang terserang hanya dalam jangka waktu satu sampai dua minggu.
b. Penyakit Layu Fusarium dan Layu Bakteri Ralstonia (penyakit darah) yang mudah menyerang tanaman pisang.
c. Penyakit-penyakit virus mencakup penyakit pucuk menjurai (bunchy top), mosaik, dan mosaik braktea.
d. Serangga hama yang paling berbahaya adalah kumbang penggerek pisang (Cosmopolitis sordidus).
e. Dua macam 'thrips' menyerang tanaman pisang.
f. Nematoda-pelubang (Radopholus similis) adalah jenis nematoda yang paling merusak.
2. Sentra produksi pisang yang bersifat terpencar (spot) dengan skala usaha yang tidak ekonomis menyebabkan perdagangan pisang kurang berkembang dengan baik. Beberapa sentra pisang di Indonesia adalah Kaltim kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) yang sekarang menjadi kebun pisang, Jawa dan Sulawesi.
3. Tingkat produksi dan produktivitas masih rendah. Hal ini antara lain dikarenakan:
a) Petani pada umumnya belum menerapkan praktek budidaya yang baik (GAP).
b) Sarana pengairan umumnya belum tersedia.
c) Serangan penyakit layu masih relatif tinggi.
4. Mutu produk yang dihasilkan pada umumnya sebagian besar masih kurang baik, hal ini dikarenakan:
a) Petani pada umumnya belum menerapkan pemeliharaan buah dan teknologi pasca panen yang baik dan benar (pembrongsongan buah, cara pemetikan yang benar, sortasi dan pencucian).
b) Keterbatasan modal petani sehingga memanen buah belum mencapai tingkat kematangan optimal.
c) Kelompok tani yang ada belum berfungsi dengan baik dalam mengelola kawasan kebun.
5. Dalam pemasaran, petani sangat sulit mendapatkan informasi pasar, baik jenis, jumlah dan waktunya, sehingga pada saat panen raya, harga pisang ditingkat petani jatuh.
6. Teknologi pengolahan belum tersosialisasikan sepenuhnya di lapang serta keterbatasan sarana pengolahan.
7. Beras sebagai bahan pangan pokok telah membudaya sehingga untuk beralih ke buah pisang sebagai sumber karbohidrat perlu waktu.
8. Adanya anggapan yang keliru di masyarakat bahwa makanan pokok beras lebih bergengsi dibandingkan non beras.
PEMECAHAN MASALAH
Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Digalakkan pemberantasan hama ialah penghancuran fisik maupun kimiawi (herbisida) pada tanaman yang terserang.
2. Tanaman pisang yang telah terserang penyakit, sebaiknya dikarantina agar tidak menular ke tanaman yang sehat lain .
3. Perlu sosialisasi bahwa pisang dapat sebagai sumber karbohidrat alternatif atau sebagai bahan pangan pokok.
4. Untuk mendorong masyarakat menyukai pisang sebagai sumber karbohidrat perlu disosialisasikan penganekaragaman pengolahan.
5. Perlu inventarisasi lahan potensial untuk pengembangan pisang
6. Perlu sosialisasi teknologi budidaya dan penanganan pasca panen, serta pengolahan pisang.
7. Penyediaan sarana pengairan untuk pengembangan pisang.
8. Pemberdayaan kelompok tani.
9. Fasilitasi akses permodalan bagi petani.
10. Dukungan Instansi Terkait. Pelaksanaan pengembangan pisang sebagai sumber karbohidrat alternatif perlu dukungan berbagai instansi seperti:
 Departemen Pertanian (Ditjen Perkebunan, Ditjen. P2HP, Ditjen PLA, Badan Litbang Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, Setjen, Badan PSDMP)
 Departemen PU (Pekerjaan Umum)
 Departemen Kehutanan
 Departemen Kesehatan
 Kementrian Koperasi dan UKM (Usaha Kecil Menengah), khususnya terkait masalah pascapanen pisang.
 Departemen Perhubungan, mengenai pendistribusian pisang.
 Departemen Perdagangan
 Pemerintah Daerah
 Perbankan.

Rabu, April 29, 2009

PERJUANGAN MULIA SANG KARTINI

PERJUANGAN MULIA SANG KARTINI
Ibu kita Kartini...
Putri Sejati...
Putri Indonesia...
Harum namanya...
Petikan alunan merdu nyanyian tuk memuji sang pahlawan bangsa. Pejuang wanita yang membawa harkat, martabat dan derajat wanita menjadi lebih tinggi.
Tak lain dan tak bukan adalah beliau
R.A KARTINI


Tanggal 21 April merupakan moment besar bagi wanita Indonesia. Banyak yang menyebutnya adalah hari Kartini, hari dimana R.A Kartini dilahirkan. Bagi mahasiswa, hari Kartini berarti momen yang pas untuk mengupas perjuangan kartini dan pemberdayaan perempuan saat ini, baik itu lewat seminar maupun kegiatan-kegiatan yang lain.
SEKILAS TENTANG KARTINI
Kartini merupakan sosok yang sangat dibanggakan bagi kaum wanita sekarang. Walaupun tak jarang dari wanita sekarang yang meninggalkan keteladanan dari seorang kartini. Wanita yang dianggap makhluk lembut, sopan, bertata krama itu telah memunahkan sifat tersebut dari diri mereka.
Kartini merupakan gadis kelahiran jawa kelahiran Jepara 21 April 1879. Pendidikannya hanya sampai mentok di ELS (Eropese Lagere School) pada usia 12 tahun. Jadi bias dikatakan hanya menamatkan sekolahnya di SD. Beruntunglah Kartini sempat belajar bahasanya Van Nistelrooy ketika di ELS. Jadi bisa tetap dapat banyak ilmu dengan baca surat kabar Semarang De Locomotief, majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, atau majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie yang pernah memuat beberapa tulisan yang beliau kirim. Dari media-media massa yang berbahasa Belanda itu, Kartini tertarik dengan kemajuan berpikir perempuan Eropa saat itu yang punya hak sama dalam soal pendidikan.
Selain membaca, Kartini juga memiliki hobi surat-menyurat dengan teman-temannya dari negeri Belanda. Lewat surat-suratnya, kegundahannya hidup dalam kungkungan adat ningrat jawa yang sopan santun antar anggora keluarganya dapat tersampaikan ke teman sejawatnya di sana.
Selanjutnya tulisan-tulisan Kartini menceritakan betapa pentingnya pendidikan bagi perempuan yang utamanya adalah untuk melaksanakan kewajibannya sebagai ibu dan istri. Tak salah kiranya jika Kartini patut dijadikan pelopor emansipasi wanita. Namun, orang hanya mengetahui Kartini sekedar pejuang emansipasi wanita.
Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun.
Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah Sekolah Kartini.
Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
BUAH KARYA KARTINI

Sesungguhnya buah karya pemikiran Kartini tak terbatas hanya pada hak permepuan dalam memilih pasangan hidupnya. Kartini merupakan sosok perempuan yang mempunyai visi jauh ke depan yang komprehensif dalam mengarungi kehidupan.
Kartini ingin sejajar dengan perempuan di dunia maju. Kartini ingin keluar dari kungkungan adat. Tidak saja terkait penguasaan ilmu yang sejajar, melainkan hingga hak-hak dasar manusia yang setara. Kartini berpandangan wanita pun mempunyai hak menentukan sikap.
Bangkitlah perempuan Indonesia. Perlu diketahui bahwa, momentum hari Kartini bukanlah hanya sebagai ajang berkebaya atau ajang lomba berias, tetapi bagaimana kita meneladani sifat-sifat Kartini yang nantinya juga menentukan nasib bangsa Indonesia. Hari Kartini yang telah terlampaui beberapa hari yang lalu hendaknya dijadikan sebagai renungan agar perempuan mampu sejajar dengan laki-laki dalam mengisi kehidupan dan berkiprah bagi kesejahteraan bangsa Indonesia. Tetapi tetaplah ingat akan kodrat sebagai perempuan, sebagai istri dari suami, sebagai ibu dari anak-anak.

Kamis, April 23, 2009

MuTasi Sansevieria aTau lidah mertUa

MuTasi pada sansevieria bersifat permanen dan sementara.
MuTasi permanen salah satUnya dEngan k0lkisin.
Kolkisin berfungsi memuTuskan benang sPindle.
Cara kerjanya,kolkisin masuk ke dalam biji 2n,lalu kerja mikr0tubulus terhambAt. Karenanya benang sPindLe pun terhambAt dalam pembentUkannya. Seh!ngGa kroM0s0m yang siap membelah,mengalami gagal berPisah,seh!ngGa sel tdk membelah,tapi membentUk gen0m 4n.
Jika 4n disilangkn dEngn 2n,anak terbentUk anakan 3n.

Jumat, April 17, 2009

Mitokondria, apaan ya?

Ehm moga tULisanku yg kuambil dari berbAgai sUmber bermAnfaAt

mitokoNDria merupakan organel penyeDia ATP.Ukurannya bervariasi menuruT JAringan dan keadaAn fisiologis sel.
MitokoNdria berselapuT Rangkap yg dsebuT MEmbran luar dan dalam. Bagian yang dalam membagi ruang organel menjadi dua yaitu matriks dan ruang antar selaput. Matrik berisi cairan seperti gel. Matriks mengandung enzim sikLus kreb,garam dan air,DNA Sirkuler dan ribosom,dimana ribosom tempat sintesa protein.
Mitokondria dapat mengkode bagian protein dgn akat yang ia miliki.

Minggu, Maret 15, 2009

SAATNYA INDONESIA MENUJU NEGARA SWASEMBADA

SAATNYA INDONESIA MENUJU NEGARA SWASEMBADA


Menjadi negara swasembada merupakan incaran semua negara. Begitu pula dengan Indonesia, yang tahun ini akan mengantongi prestasi untuk mengembalikan negara Indonesa menjadi negara swasembada beras.

Keterpurukan bangsa Indonesia di tahun-tahun sebelumnya, merupakan suatu evaluasi untuk memperbaiki kemakmuran dan kemajuan bangsa di tahun mendatang. Kegigihan pemerintah dalam mengatur dan menata negara menbuahkan hasil di awal pertengahan tahun 2009. Target ekspor yang akan dilakukan Indonesia akan segera terwujud.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menghimbau kepada PERUM BULOG untuk mempersiapkan dengan matang, terkait dengan diadakannya ekspor beras.

Data produktivitas beras Indonesia tahun 2006 sampai 2009 yang berhasil dihimpun oleh TIM FOLIA adalah sebagai berikut :

Tahun 2006 produksi gabah 54,4 juta ton GKG

Tahun 2007 produksi gabah 53,1 juta ton GKG

Tahun 2008 produksi gabah 56,2 juta ton GKG

Tahun 2009 produksi gabah ditargetkan 63 juta ton dari perluasan lahan 47 ha.

Kebutuhan beras yang kian meningkat dan tidak diimbangi dengan produksi yang tinggi, tahun 2006 dan 2007 Indonesia melakukan impor beras. Sedang pada tahun 2008 Indonesia dapat dikatakan telah menjadi Negara swasembada beras dan tahun 2009 ini Indonesia menargetkan ekspor beras.

Terkait rencana ekspor, 5 negara tujuan ekspor diantaranya Filipina, Malaysia, Timor Leste, Brunei Darussalam dan Jepang.

Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog, Mustofa Abu Bakar memaparkan tujuan ekspoer beras adalah memberikan efek stimulus kepada petani dan pedagang untuk memanfaatkan peluang pasar yang nilai komersialnya tinggi.

Mustofa menambahkan ekspor akan dilakukan secepatnya, menunggu izin dari menteri perdagangan, kemungkinan akan dilaksanakan pada bulan Maret atau April.