Assalamu'alaykum wr wb

ni die blog aku Punya...
Semoga Isi di dalamnya bermanfaat untuk teman-teman, kakak-kakak, adik-adik, embah-embah, semuanya aja....
kalau aja ada statement yg gak banget tuk dibaca, saya selaku pemilik sekaligus penulis sekaligus pengelola blog ini minta maaPh yang segeDhe gedHenya....OK!!!
Keep Smile anD Keep fIgHT...
ALWAys do the besT, ALthougH we areN't The besT...

Jumat, Januari 15, 2010

Yang Terlupa untuk Di hargai…

Sreeg…sreeeeg…sreeeeg…
Lantunan merdu kumpulan lidi-lidi yang terikat menjadi sebuah sapu. Sapu yang terayun oleh seorang ibu dengan nafas kembang kempis. Aku tak tega melihat ibu-ibu dengan kaos dan topi yang bertengger di atas kepalanya dan mengucurkan keringat dengan upah yang tiada seberapa. Tapi, aku tahu, itu semua demi keluarga mereka.

Tatapan tulus seorang ibu dan melayangkan senyumnya padaku. Dengan cepatnya ibu itu meneruskan kembali pekerjaan yang menghabiskan banyak keringat. Kusambut senyuman itu dengan lembut, tapi beliau tak sempat melihat senyumku yang menyimpan sejuta rasa iba yang mendekam di dalam hati. Kukayuh terus sepedaku yang selalu setia mengantarkanku sampai tempatku mengais dan menimba ilmu.
Hijaunya kampusku. Kata-kata itulah yang tak lepas dari pikiranku. Siapa lagi yang akan menghijaukan kampusku selain kita, mahasiswa dengan sejuta ideologisnya. Panasnya sinar mentari tak kuhiraukan, walaupun terus memanaskan tubuhku. Agh…serasa di oven. Di tempat yang lain kulihat beberapa ibu dengan pakaian sama, mereka juga telah siap dengan sapu lidinya. Beliau tak menghiraukan kedatanganku. Akupun hanya sempat melihatnya sekejap, karenaku harus mengejar waktu yang terus berotasi bak bumi yang kuinjak-injak ini.
Keringatku cukup mengucur deras seusai menempatkan sepeda miniku di parkiran tempat sepedaku mangkal. Sepeda inilah yang menemaniku ke kampus setiap hari. Walaupun, terkadang dia kutinggal di rumah karena sedikit kerusakan pada tubuhnya. Kuusap lembut keringatku. Ini tak seberapa jika dibanding dengan keringat ibu-ibu yang kulihat tadi.
Seusai kuliah aku tak langsung pulang. Kusempatkan tuk istirahat dengan rekan-rekanku. Kulihat pemandangan yang tidak beda jauh dengan yang kulihat tadi pagi. Seorang bapak tua yang rela demi keluarganya, memunguti sampah di bak sampah kampusku. Miris hatiku melihat bapak yang senantiasa tegar menjalani hidup berbalut seonggokan sampah. Dari sorotan matanya, tak sedikitpun ada rasa lelah dan menyesali hidupnya. Pancaran ceria dengan mata yang terang selalu menghiasi wajah bapak bertopi putih itu.

Ehm…pagi ini aku jalan kaki, karena sepedaku rusak. Mungkin aku memang sekali-kali harus menikmati sejuknya udara di kampus yang kian lama kian menghijau. Di tengah perjalanan, aku melihat seorang ibu yang tersenyum kepadaku. Tetapi kenapa pemandangannya berbeda dengan kemarin. Ibu yang satu ini kira-kira berusia 70an, atau kupanggil nenek sajalah mungkin lebih cocok. Ibu yang kemarin tersenyum kepadaku dengan tangan yang berisi sapu. Tetapi hari ini lain. Sekarang aku melihat nenek dengan tangan hampa yang menjulurkannya ke arahku sambil berkata yang tak kumengerti. Tapi aku tahu maksud nenek itu. Segera kuambil koin yang bertengger di tasku.
Lagi-lagi demi keluarga dan demi makan, semua orang melakukan apapun. Aku tahu, nenek itu sudah tak berdaya lagi untuk bekerja. “Tetapi, mana keluarganya, tega sekali membiarkan nenek yang renta itu mencari nafkah sendiri di tengah-tengah mahasiswa yang masih mengandalkan orang tua untuk makan dan kebutuhan sehari-hari”, Gumamku.
Aku berjalan pelan, benar-benar perjalanan yang melelahkan. Biasanya aku berdansa dengan sepedaku, tapi sekarang aku harus berjalan menyisir jalan. Tak apalah, agar aku juga bisa merasakan kelelahan seperti apa yang ibu-ibu tukang sapu rasakan.
Akhirnya aku sampai. Tiba-tiba… di belakangku sudah ada ibu-ibu peminta-minta “ah ibu, cepat sekali ibu ini menghampiriku, tahu aja kalau aku duduk di sini”, Gumamku dalam hati, sambil merogoh isi tasku tuk mencari dompet. Dan ternyata tak kutemukan dompet yang sedari tadi kucari. Bagaimana ini, aku hanya bisa memandang ibu itu dengan senyum. Dengan senyum pula ibu itu menatap wajahku sampai terus menengadahkan tangannya meminta belas kasihanku.
“Kalau begini aku yang minta belas kasihanmu bu, dompetku ketinggalan di rumah”, Kataku dalam hati. Waduh, ibu ini telah terlanjur menungguku memberinya secuil benda logam yang tiada kutemukan, bahkan secuil pun aku takbawa.
“Ehm…maaf bu, dompetku ketinggalan di rumah”, Kataku pelan sambil tersenyum malu. Kulihat wajah ibu itu tetap berbinar, “Ya gak apa-apa”, Jawabnya sambil tersenyum dan meninggalkanku. Entah dengan perasaan kecewa ataukah menertawakanku dalam hati aku tak peduli.
Terkadang, aku merasa aku serba kekurangan. Aku kurang bersyukur dengan apa yang aku miliki dan apa yang telah melekat di tubuhku ini. Sejenak, bayanganku terlintas ibu tukang sapu, bapak pengais sampah, nenek dan ibu peminta-minta. Merekalah yang terlupa untuk dihargai, bahkan terlupa untuk kuhargai. Aku harus bersyukur dengan apa yang kumiliki. Orang tuaku tak perlu berjuang mati-matian seperti mereka. Ya Allah berikanlah kelancaran rezeki untuk orangtuaku dan mereka yang terlupa untuk kuhargai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar