Assalamu'alaykum wr wb

ni die blog aku Punya...
Semoga Isi di dalamnya bermanfaat untuk teman-teman, kakak-kakak, adik-adik, embah-embah, semuanya aja....
kalau aja ada statement yg gak banget tuk dibaca, saya selaku pemilik sekaligus penulis sekaligus pengelola blog ini minta maaPh yang segeDhe gedHenya....OK!!!
Keep Smile anD Keep fIgHT...
ALWAys do the besT, ALthougH we areN't The besT...

Rabu, November 04, 2009

karakteristik kakao

Pendahuluan
Keberhasilan Budidaya suatu jenis komoditas tanaman sangat tergantung kepada kultivar tanaman yang ditanam, agroekologis/lingkungan tempat tumbuh tempat melakukan budidaya tanaman dan pengelolaan yang dilakukan oleh petani/pengusaha tani. Khusus mengenai lingkungan tempat tumbuh (agroekologis), walaupun pada dasarnya untuk memenuhi persyaratan tumbuh suatu tanaman dapat direkayasa oleh manusia, namun memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Dalam rangka pengembangan suatu komoditas tanaman, dan terkait budidaya tanaman kakao perlu diketahui bagaimana bentuk morfologi tanaman kakao itu sendiri. Selain itu juga terkait persyaratan tumbuh dari komoditas yang akan dikembangkan kemudian mencari wilayah yang mempunyai kondisi agroekologis/faktor tempat tumbuh yang relatif sesuai.
Bentuk morfologi dari kakao sendiri dapat dilihat mulai dari bagian akar, batang sampai pada buah dan biji kakao. Perlu diketahuinya karakteristik suatu jenis tanaman, hal ini berkaitan erat dengan budidaya tanaman ataupun saat panen. Misalnya pada kakao yang menghendaki kadar air 6-7%. Hal ini dapat memudahkan para petani kakao dalam hal penyimpanan kakao dan kakao dapat disimpan pada suhu yang diinginkan.

Morfologi Tanaman Kakao
1. Batang dan Cabang
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembapan tinggi dan relatif tetap. Dalam habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit.
Jika dibudidayakan dikebun, tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,8–3,0 meter dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,5 – 7,0 meter. Tinggi tanaman tersebut beragam, dipengaruhi oleh intensitas naungan serta faktor-faktor tumbuh yang tersedia.
Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Arahnya pun tegas. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupan), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan).
Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9 – 1,5 meter akan berhenti tumbuh dan membentuk jorket. Jorket adalah tempat percabangan dari pola percabangan ortotrop ke plagitrop dan khas hanya pada tanaman kakao. Pembentukan jorket didahului dengan berhentinya pertumbuhan tunas ortotrof karena ruas-ruasnya tidak memanjang. Pada ujung tunas tersebut, stipula (semacam sisik pada kuncup bunga) dan kuncup ketiak daun serta tunas daun tidak berkembang. Dari ujung perhentian tersebut selanjutnya tumbuh 3 – 6 cabang yang arah pertumbuhannya condong ke samping membentuk sudut 0– 60 derajat dengan arah horisontal. Cabang-cabang itu disebut dengan cabang primer (cabang plagiotrof). Pada cabang primer tersebut kemudian tumbuh cabang-cabang lateral (fan) sehingga tanaman membentuk tajuk yang rimbun.
Pada tanaman kakao dewasa sepanjang batang pokok tumbuh wiwilan atau tunas air (chupon). Dalam teknik budi daya yang benar, tunas air ini selalu dibuang, tetapi pada tanaman kakao liar, tunas air tersebut akan membentuk bantang dan jorket yang baru sehingga tanaman mempunyai jorket yang bersusun.
Dari tunas plagiotrop biasanya hanya tumbuh tunas-tunas plagiotrop, tetapi juga kadang-kadang tumbuh tunas ortotrop. Pangkasan berat pada cabang plagiotrop yang besar ukurannya merangsang tumbuhnya tunas ortotrop itu. Tunas ortotrop hanya membentuk tunas plagiotrop setelah membentuk jorket. Tunas ortotrop membentuk tunas ortotrop baru dengan menumbuhkan tunas air.
Saat tumbuhnya jorket tidak berhubungan dengan umur atau tinggi tanaman. Pemakaian pot besar dilaporkan menunda tumbuhnya jorket, sedangkan pemupukan dengan 140 ppm N dalam bentuk nitrat mempercepat tumbuhnya jorket. Tanaman kakao membentuk jorket setelah memiliki ruas batang sebanyak 60 – 70 buah. Namun batasan tersebut tidak pasti, karena kenyataannya banyak faktor lingkungan yang berpengaruh dan sukar dikendalikan. Contohnya, kakao yang ditanam di dalam polibag dan mendapat intensitas cahaya 80% akan membentuk jorket lebih pendek daripada tanaman yang ditanam di kebun. Selain itu, jarak antar daun sangat dekat dan ukuran daunnya lebih kecil. Terbatasnya medium perakaran merupakan penyebab utama gejala tersebut. Sebaliknya, tanaman kakao yang ditanam di kebun dengan jarak rapat akan membentuk jorket yang tinggi sebagai efek dari etiolasi (pertumbuhan batang memanjang akibat kekurangan sinar matahari) (Anonim, 2009a).
2. Daun
Percabangan pada tanaman kakao juga dimorfisme. Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5 – 10 cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm (Anonim, 2009b).
Tangkai daun bentuknya silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya. Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu adanya dua persendian (articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun. Dengan persendian ini dilaporkan daun mampu membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari. Bentuk helai daun bulat memanjang (oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus), dan pangkal daun runcing (acutus). Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung pada kultivarnya.
Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan daun licin dan mengilap. Pertumbuhan daun pada cabang plagiotrop berlangsung serempak tetapi berkala. Masa tumbuhnya tunas-tunas baru itu dinamakan pertunasan atau flushing. Pada saat itu setiap tunas membentuk 3 – 6 lembar daun baru sekaligus. Setelah masa tunas tersebut selesai, kuncup – kuncup daun itu kembali dorman (istirahat) selama periode tertentu. Kuncup-kuncup akan bertunas lagi oleh rangsangan faktor lingkungan.
3. Ujung kuncup daun yang dorman tertutup oleh sisik (scales). Jika kelak bertunas lagi sisik tersebut rontok meninggalkan bekas (scars) atau lampang yang berdekatan satu sama lain dan disebut dengan cincin lampang (ring scars). Dengan menghitung banyaknya cincin lampang pada suatu cabang, dapat diketahui jumlah pertunasan yang telah terjadi pada cabang yang bersangkutan. Intensitas cahaya memengaruhi ketebalan daun serta kandungan klorofil. Daun yang berada di bawah naungan berukuran lebih lebar dan warnanya lebih hijau daripada daun yang mendapat cahaya penuh
4. Akar
Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya sebagian besar akar lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman tanah (jeluk) 0 – 30 cm. Menurut Himme (cit. Smyth, 1960), 56% akar lateral tumbuh pada jeluk 11 – 20 cm, 14% pada jeluk 21 – 30 cm, dan hanya 4% tumbuh pada jeluk di atas 30 cm dari permukaan tanah. Jangkauan jelajah akar lateral dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk. Ujungnya membentuk cabang-cabang kecil yang susunannya ruwet (intricate).


5. Bunga
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga (cushion). Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G(5). Artinya, bunga disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-masing terdiri dari 5 tangkai sari tetapi hanya satu lingkaran yang fertil, dan 5 daun buah yang bersatu. Bunga kakao berwarna putih, ungu, atau kemerahan. Warna yang kuat terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap kultivar. Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). Daun mahkota panjangnya 6 – 8 mm, terdiri dari dua bagian. Bagian pangkal berbentuk seperti kuku binatang (claw) dan biasanya terdapat dua garis merah. Bagian ujung berupa lembaran tipis, fleksibel, dan berwarna putih.
6. Buah dan Biji
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang mudanya berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (orange).
Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling. Pada tipe criollo dan trinitario alur buah kelihatan jelas. Kulit buah tebal tetapi lunak dan permukaannya kasar. Sebaliknya, pada tipe forastero, permukaan kulit buah pada umumnya halus (rata); kulitnya tipis, tetapi keras dan liat.
Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Pada saat itu ukurannya beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm, bergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama perkembangan buah.
Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya beragam, yaitu 20 – 50 butir per buah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji disusun oleh dua kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya menempel pada poros lembaga (embryo axis). Warna kotiledon putih untuk tipe criollo dan ungu untuk tipe forastero.
Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih, rasanya asam manis yang mengandung zat penghambat perkecambahan. Di sebelah dalam daging buah terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua kotiledon dan poros embrio. Biji kakao tidak memiliki masa dorman. Meskipun daging buahnya mengandung zat penghambat perkecambahan, tetapi kadang-kadang biji berkecambah di dalam buah yang terlambat dipanen karena daging buahnya telah kering. Pada saat berkecambah, hipokotil memanjang dan mengangkat kotiledon yang masih menutup ke atas permukaan tanah. Fase ini disebut fase serdadu. Fase kedua ditandai dengan membukanya kotiledon diikuti dengan memanjangnya epikotil dan tumbuhnya empat lembar daun pertama.

Karakter Buah Kakao

1. Karakteristik Fisik
a. Kadar air
Berpengaruh pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat penggudangan dan pengangkutan. Biji kakao, yang mempunyai kadar air tinggi, sangat rentan terhadap serangan jamur dan serangga dan dapat menimbulkan kerusakan cita-rasa dan aroma dasar yang tidak dapat diperbaiki pada proses berikutnya. Standar kadar air biji kakao mutu ekspor adalah 6 - 7 %. Jika lebih tinggi dari nilai tersebut, biji kakao tidak aman disimpan dalam waktu lama, sedang jika kadar air terlalu rendah biji kakao cenderung menjadi rapuh.
b. Ukuran biji
Semakin besar ukuran biji kakao, makin tinggi randemen lemak dari dalam biji. Ukuran biji kakao dinyatakan dalam jumlah biji (beans account) per 100 g contoh uji yang diambil secara acak pada kadar air 6 - 7 %.
Ukuran biji rata-rata yang masuk kualitas eskpor adalah antara 1,0-1,2 gram atau setara dengan 85 - 100 biji per 100 g. Ukuran biji kakao kering sangat dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman, kondisi kebun (curah hujan) selama perkembangan buah, perlakuan agronomis dan cara pengolahan.
Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit (shell). Kadar kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat total biji kakao (kulit + keping) pada kadar air 6 - 7 %. Standar kadar kulit biji kakao yang umum adalah antara 11-13 % (Pawirosoemardjo,1992).
Biji kakao dengan kadar kulit yang tinggi cenderung lebih kuat atau tidak rapuh saat ditumpuk di dalam gudang sehingga biji tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Sebaliknya, jika kadar kulit terlalu rendah, maka penjual (eksportir) biji kakao akan mengalami kerugian dalam bentuk kehilangan bobot. Kadar kulit biji kakao dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman dan cara pengolahan (fermentasi dan pencucian). Makin singkat waktu fermentasi, kadar kulit biji kakao makin tinggi karena sebagian besar sisa lendir (pulp) masih menempel pada biji. Namun demikian, kandungan kulit biji tersebut dapat dikurangi dengan proses pencucian.

Daftar Pustaka

Anonim. 2009a. http://agra88.wordpress.com/2008/04/07/budidaya-tanaman-kakao/
Anonim. 2009b. http://afandypoltek.wordpress.com/2008/03/29/morfologi-tanaman-kakao/
Pawirosoemardjo, S. & A. Purwantara 1992. Laju infeksi dan intensitas serangan Phytophthora palmivora pada buah kakao dan batang pada beberapa varietas kakao. Menara Perkebunan, 60 (2), 67-72.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar